Jumat, 01 Maret 2013

Hukum Menggunakan Kain Jeans ( Levis).

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Pertanyaan : ” apa hukum menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan jins ( levis ) karena kenyamanan dan tebalnya kain ini , apakah termasuk dari tasyabuh dengan orang kafir ?

Jawab : ” At-Tasyabuh adalah : melakukan sesuatu ( didalamnya perbuatan atau ucapan atau berpakaian ) yang menjadi kekhususan suatu kaum “. 

Apabila seseorang menggunakan kain ini atau yang lainnya yang menyerupai pakaian -pakaian orang kafir maka ini masuk dalam tasyabuh yang dilarang agama . adapun menggunakan pakaian yang terbuat dari kain ini akan tetapi berbeda dengan model -model pakaian orang kafir maka ini bukan merupakan tasyabuh “. 
( Fatawa Usroh Muslimah Sheikh Utsaimin rahimahullah ).

Untaian Nasehat Persahabatan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh : al-Ustadz Abul Hasan
Cikarang – Bekasi

ADAB-ADAB PERSAHABATAN
1. Akhlaq yang mulia  ( akhlaaqul kariimah ).
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
 dan sesungguhnya engkau benar-benar diatas akhlaq dan budi pekerti yang mulia “                 
disebutkan oleh ibnu rojab dalam jamii’nya termasuk dari akhlaq yang mulia adalah : “  budi pekerti yang mulia  , sifat bijaksana dalam keputusan , sifat malu , rendah hati , menahan dari mengganggu orang lain dengan ucapan atau perbuatan , memaafkan kesalahan , menahan amarah , berseri didepan teman , bersabar dengan gangguan teman .

Ditanyakan  pada  Ibnul Mubaarok : ” Ringkaskan untuk kami bagaimanakah akhlaq yag mulia itu : tinggalkanlah sifat amarah “.

Berkata   Ja’far bin Muhammad : ” Kemarahan itu kunci dari segala keburukan “.

Berakhlaq dengan akhlaq yang mulia tidak hanya teruntuk sesama muslim akan tetapi juga untuk semua manusia dan juga untuk binatang , untuk sesama muslim karena mereka adalah saudara kita yang sebenarnya didunia dan akhirat nanti , untuk orang kafir sebagai bentuk da’wah kepada mereka dan menunjukkan kemuliaan agam islam pada mereka .
قالوا : يا رسول الله ما خير ما أعطي الإنسان ؟ قال : ” الخلق الحسن ” رواه البيهقي في ” شعب الإيمان ”
Ditanyakan kepada beliau : ” Ya Rosululloh ! Apakah pemberian yang terbaik yang diberikan kepada seseorang ? beliau menjawab : ” Akhlaq yang mulia ”
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” بعثت لأتمم حسن الأخلاق ” رواه الموطأ ”
Beliau juga bersabda : ” Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia “.

2. Memperbaiki dan menutupi kejelekan serta aib  saudaranya .
Jangan menghina cacat yg ada pada org lain , Jika cacat tersebut terdapat dalam akhlak dan agamanya, bantulah ia untuk mmperbaikinya.

Jika cacatnya pada fisiknya, beradablah kepada yg telah mnciptakannya .
begitulah seharusnya kita bersikap pada makhluk ciptaan alloh karena dengan begitu kita akan menerima kekurangan saudara kita sebagaimana mereka bisa menerima kekurangan diri kita , dimana tiada makhluk yang sempurna hanya dialah yang maha sempurna  , adapun kekurangan itu disempurnakan dan ditutupi , bukan dihina dan disebarkan .

siapakah yang sempurna…? takkan engkau dapati manusia yang sempurna sisi sempurna disisi yang lain tiada sempurna . apabila engkau pandang manusia dari segala sisi engkau akan mendapati kesempurnaan , mudah dalam memaafkan setiap kesalahan , mudah dalam bersikap tawadhu’ dan  yang lainnya .

Apabila engkau pandang manusia dari satu sisis engkau dapati semuanya akan kurang dan begitu sebaliknya apabila engkau pandang dari sisi yang lain engkau akan dapati semua sempurna sebagaimana ungkapan seorang penyair :
فعين الرضا عن كل عيب كليلة … ولكن عين السخط تبدي المساويا
” pandangan keridhoan akan menampakkan keburukan sebagai kebaikan…
akan tetapi pandangn kebencian menampakkan semua kejelekan…..

3.memaafkan kesalahan teman .

 قال الفضيل بن عياض: (الفتوة الصفح عن عثرات الإخوان 

berkata fudhoil bin 'iyaadh : " kepahlawanan itu adalah memaafkan ketergelinciran saudaranya ".
hal ini harus disadari bagi siapapun bahwa manusia tidak ma'shum dari kesalahan dan kekhilafan dalam hidupnya al ini akan membawa kepada sifat ma'lum dari seseorang ketika saudaranya terjatuh pada kesalahan .
demikian juga sifat manusia yang ingin dimaafkan ketika berbuat salah maka iinipun diharapkan pada kita dan saudara kita untuk saling memaafkan .

وقال ابن الأعرابي: (تناسى مساوئ الإخوان يدم لك ودهم).

berkata ibnul 'aroby : " berusaha melupakan kesalahan2 teman akan semakin berkesinambungan rasa cinta mereka terhadapmu ".

 قال ذو النون لمن أوصاه: (عليك بصحبة من تسلم منه في ظاهرك، وتعينك رؤيته على الخير، ويذكرك مولاك).

berkata dhun nun kepada orang yang diberi washiatnya : " carilah teman seseorang yang selamat dhohirmu darinya , membantumu untuk meihat sebuah kebenaran , dan mengingatkan robbmu ".
dan bersemangat untuk berteman dengan orang -orang yang baik . menjaga diri untuk  tetap berada diatas kebaikan dengan teman-teman yang mulia . 
 قال الله تعالى : ( فاصفح الصفح الجميل (1)
artinya : " maka maafkanlah dengan maaf yang indah " .

disebutkan dalam tafsir maksud dari maaf yang indah adalah : " memaafkan tanpa mencela ,tidak disertai cacian , dan makian .

4. berusaha menyesuaikan dengan teman dan menutup pintu perselisihan pada perkara yang bukan ma'shiat.

karena persahabatan itu adalah hubungan antar sesama yang menuntut untuk saling memahami satu dengan yang lainnya , dan bukan memaksakan kehendak diri pada orang lain,memaksakan kehendak dan idak peduli dengan pendapat dan saran dari teman hal itulah yang banyak mengakibatkan banyak terjadi antar dua orang yang bershahabat berselisih dan akhirnya menjadi bermusuhan , kurangnya saling memahami dan mencocoki teman pada perkara yang seharusnya saling mengalah dan toleran akan mengakibatkan buruknya hubungan mereka .
 قال أبو عثمان: (موافقة الإخوان خير من الشفقة عليهم).
berkata abu utsman : " mencocoki teman lebih baik dari sekedar menyayangi mereka ".

Ada Apa dengan Uban..?!?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh : al-Ustadz Abul-Hasan al-wonogiry hafizhahullah
Cikarang – Bekasi

Disebutkan dalam hadits Amr bin Syu’aib : “Janganlah kalian mencabut uban ,karena itu cahaya seorang muslim ( dalam lafadz yang lain : mu’min ) tidaklah seorang muslim yang tumbuh ubannya melainkan ditulis untuknya satu kebaikan dan diangkat derajatnya ….” (Dishohihkan oleh Al-bany dalam Shohih Sunan Ibnu Majah)

Hikmah dalam Uban :
1. Cahaya seorang muslim .
2. Peringatan dekatnya ajal karena mayoritas tumbuh pada manula .
3. Memendekkan angan -angan .
4. Pendorong amal sholih .
5. Menambah kewibawaan .

Berkata Ibnul A’roby : ” Dilarang mencabut tanpa menyemir karena mencabut merudah ciptaan dari asalnya adapun menyemir tidak “.

tetapi dilarang menyemir uban dengan warna hitam .

Disebutkan oleh Ibnu Abdil Bar dari Ibnu Abbas : “Uban yang diubun-ubun adalah kemuliaan , uban dipelipis adalah sifat waro’, uban di kumis adalah buruk uban ditengkuk adalah celaan “.

Untaian Nasehat dan Hikmah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis dan alih bahasa : al-ustadz Abul-Hasan al-Wonogiry
Cikarang – Bekasi

Untaian nasehat dan hikmah ini mudah-mudahan bisa membantu untuk melunakkan hati-hati yang keras ini 
untuk kembali menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanyalah persinggahan dan tempat untuk menyemai benih-benih amal kita
bukan terus berpangku tangan menunggu sesuatu tanpa usaha…
serta menghapus kesedihan dengan asa yang baru….
berlarut-larut dalam kesedihan dan masyaakil akan menghancurkan qolbu mu…
jangan kau tengok masa lalumu yang kelam…kecuali untuk pelajaran masa depanmu…
beramallah berbuatlah untuk masa depanmu…..
karena harimu adalah hari ini  dan esok bukan yang telah lalu….
usahamu pada hari ini adalah untuk hari esokmu….
kegagalanmu pada hari ini bukan berarti untuk esok hari…
bangkit dan bersemangatlah untuk sesuatu yang bermanfaat bagimu kawan…..
diatas sana sedang menunggu kapan engkau tengadakan tanganmu…..

Hujamkan dirimu dibumi dengan kerendahan hati MU
karena segala yang tumbuh tapi tidak menghujam ke dalam bumi….
maka ia takkan menghasilakan ”buah’ yang baik nan manis……
disamping itu iapun mudah tumbang dengan hembusan angin.”

“. Umar bin Khatab berkata :
“ Jika engkau bersabar maka ketentuan Allah tetap berjalan dan kamu mendapat pahala…….

Dan jika ENGKAU tak sabar tetap saja berlaku ketentuan Allah sedang kamu mendapat dosa……”.

berkata Muhammad bin Waasi :
” sesungguhnya nasehat dan peringatan itu apabila keluar dari lubuk hati maka  akan diterima oleh hati pula “. ( SIAR 6/122 ).

Berkata Abdulloh bin Mubaarok :
” Aku melihat dosa-dosa itu menghantarkan hati pada kematiannya …
dan mewariskan kerendahan dan kehinaan pada pemiliknya….
dan meninggalkannya merupakan harapan kehidupan hatinya…
dan sebaik-baik diri adalah melindungi dari perbuatan dosa….

berkata Imam Syafi’i rahimahullah  :
” Apabila orang pandir dan bodoh mengajak bicara dan mendebatmu…
Jangan engkau jawab dan engkau layani dirinya…
Sebaik-baik jawaban bagi dirinya adalah diamnya kamu darinya…

washiat  alhasan albashriy

alhasan menulis surat pada umar bin abdul aziz :
" ketahuilah wahai saudaraku berfiqir bisa menyeru pada jalan kebaikan dan beramal dengannya , menyesal dari kejelekan menyeru untuk meninggalkannya , bukanlah sesuatu yang hilang walaupun banyak jumlahnya sebanding dengan yang tetap ada walaupun sedikit ,walaupun terasa berat mencarinya ,menanggung sebuah beban yang berakhir lalu diiringi dengan ketenangan yang panjang lebih baik dari pada menyegerakan ketenangan yang terputus yang diiringi dengan beban yang kekal . 


washiat sufyan atstsauriy kepada abbaad bin abbaad alkhowaash .

sesungguhnya engkau berada pada suatu zaman yang mana para shohabat nabi berlindung diri  darinya , merea memiliki ilmu yang tidak kita miliki , mereka memilki keteguhan yang tidak kita miliki , bagaimanakah keadaan kita ketika menjumpainya dengan minimnya ilmu pada diri kita , sedikitnya kesabaran pada diri kita , sedikit para penolong kebaikan , serta kerusakan yang ada pada manusia , dan kekeruhan dari dunia ..
maka wajib bagimu berpegang teguh dengan petunjuk para pendahulu , menutup diri , karena zaman ini zaman untuk menutup diri , menyingkirkan diri dan menyelamatkannya , tidak banyak bergaul dengan manusia , dimana pada zaman itu manusia apabila bertemu saling  memberikan faidah satu dengan yang lainnya..
adapun pada zaman ini telah hilang itu semuanya dan aku anggap keselamatan dengan mengurangi pergaulan dengan manusia dan membatasinya ..
jauhilah olehmu bergaul dengan para pemimpin dan mendekati mereka ,mencampuri dalam urusan mereka , jauhilah dari penipuan ...

BERSAMBUNG…..IKUTI TERUS….

Seputar Hewan Jalaalah ( Pemakan Kotoran )

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh : al-Ustadz Abul-Hasan al-wonogiry hafizhahullah
Cikarang – Bekasi

Hukum Daging Hewan Jalaalah dalam Islam .
1. Pengertian jalaalah ‘.
2. hukumnya .
3. Kapan halal untuk dimakan.
4. Pengaruh buruk bagi yang makan hewan jalaalah pada akhlaq dan pada  thobiat pemakannya .

 Pengertian Jalaalah :
Isthilah jalalah menurut islam adalah : “ hewan yang mengkonsumsi makanan dari kotoran atau najasah dari onta , sapi , kambing atau ayam dan yang lainnya “ .

yaitu  yang mendominasi makanan yang dia makan sehari-hari sampai dikatakan hewan ini sebagai hewan pemakan kotoran adapun sesekali maka tidak masuk dalam kategori ini. sebab tidak selamat dari perkara ini mayoritas hewan baik darat atau air yang terkadang memakan kotoran baik kotoran manusia atau yang lain atau bangkai .adapun dalam qoidah syariah yang sedikit itu dimaafkan .

روى ابن عمر قال  :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن أكل الجلالة وألبانها]
Disebutkan dalam hadits ibnu umar rodhiallohu anhu : ” Rosululloh  melarang memakan daging  jalaalah  ( pemakan najasah  ) dan susunya  ”.  ( HR. abu daud ,tirmidzi,ibnu majah, dishohihkan oleh syeikh al-albany lihat alirwa’ 8/149  ).

وروي عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الإبل الجلالة أن يؤكل بحمها ولا يحمل عليها إلا الأدم ولا يركبها الناس حتى تعلف أربعين ليلة
darinya pula : “  rosululloh melarang  jalaalah dari unta :  untuk dimakan dagingnya , untuk ditumpangi  sesuatu kecuali al-adam ( kulit )  untuk dikendarai sampai diberi makan selama 40 hari  ”  (  HR . al-khlaal dengan sanadnya ) .

Hukum Daging , susu dan telornya  serta hukum mengendarainya  : 
Hukum memakan daging  jalaalah ada perbedaan pendapat dikalangan ulama ada tiga pendapat  : harom , makruh , boleh . dan yang mendekati dalil adalah haromnya hewan tersebut  waallohu a’lam .
dalilnya :
روى ابن عمر قال : نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن أكل الجلالة وألبانها
Disebutkan dalam hadits ibnu umar rodhiallohu anhu : ” Rosululloh  melarang memakan daging  jalaalah  ( pemakan najasah  ) dan susunya  ”.  ( HR. abu daud ,tirmidzi,ibnu majah, dishohihkan oleh syeikh al-albany lihat alirwa’ 8/149  ).

Hal itu karena daging yang tumbuh dari nya adalah dari sebab makanan tersebut maka jadilah daging tadi najis seperti abu dari hasil pembakaran najis . adapun yang mengatakan daging dan susunya tidak mengapa untuk dimakan dan dikiaskan dengan peminum khomr bahwasannya tubuhnya tidak dihukumi najis maka dijawab oleh para ulama jalaalah dengan peminum khomr berbeda , adapum dia karena mayoritas makanannya bukan dari khomr berbeda dengan jalaalah . pendapat haromnya jalaalah ini dipegang oleh imam ahmad dalam pendapat lain beliau juga berpendapat makruh .

Demikian juga susunya karena apabila dagingnya berpengaruh maka susu dan telornya juga akan berpengaruh , demikian juga  mengendarainya apabila hewan tersebut adalah hewan yang disiapkan untuk kendaraan seperti onta , kuda dll  sebagaimana tersebut dalam hadits diatas , sebagian para ulama membolehkan apabila menggunakan alas pada punggungnya karena alasan tidak boleh mengendarainya itu sebab keringat yang keluar dari hewan tadi seperti hukum dagingnya .
dalilnya :
وروي عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الإبل الجلالة أن يؤكل بحمها ولا يحمل عليها إلا الأدم ولا يركبها الناس حتى تعلف أربعين ليلة
diriwayatkan dari abdulloh bin amr bin ash  : “  rosululloh melarang  jalaalah dari unta :  untuk dimakan dagingnya , untuk ditumpangkan padanya sesuatu kecuali al-udum ( kulit-kulit )  dan tidak  dikendarai sampai diberi makan selama 40 hari  ”  (  HR . al-khlaal dengan sanadnya ) .

Kapan dihalalkan jalaalah ?
Akan hilang hukum haromnya atau dibencinya hewan tersebut dengan dikurung dan diberi makan dengan makanan yang bersih , dan dari sini timbul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama berapakah kadar kurungan dan pemberian makan tersebut sehingga bisa halal untuk dimakan dan dikendarai .

diriwayatkan dari muhammad dari abi hanifah beliau berkata : “ tidak ada batasan dalam mengurungnya , dikurung sampai membaik daging dan tubuhnya “. dalam ucapannya yang lain beliau berkata sebagaimana dinukil dari abu yasuf : “ dikurung selama tiga hari “.
Apabila sudah dikurung  selama tiga hari atau lebih dan diberi makan dengan makanan yang suci maka boleh disembelih dan memakannya .

disebutkan pula dari pendapat yang lain tentang kadar pengurungan ini : ” tiga hari untuk jenis burung dan 40 hari untuk yang lainnya ” dan berkata dengan ini pula imam ahmad .
disebutkan dari imam as-sarkhosy : ” yang shohih dalam hal ini adalah tidak ada pembatasan yaitu sampai hilang bau busuk dari hewan tadi “.

adapaun pembatasan tiga hari atau lebih hanya sekedar keumuman hewan apabila dikurung selama ini akan hilang apa yang ada dalam lambungnya .
disebutkan dalam hadits ibnu umar : ” bahwasannya dia dulu mengurung ayam jalaalah selama tiga hari “ . ( shohih lihat alirwa’ : 2504 ).

Pengaruh buruk hewan jalaalah bagi yang memakannya .
diantara hikmah larangan makan hewan ini adalah :
1 . thobi’at yang buruk pada hewan tadi akan mempengarui orang yang memakannya , dimana hewan ini sudah keluar dari thobi’at dirinya      dengan memakan makanan yang baik dan suci berpindah kepada makanan yang kotor dan najis .

   2.    kebiasaan buruk hewan tadi akan mempengarui kepribadian pemakannya , karena seseorang itu akan tumbuh sesuai pengaruh lingkungannya baik dan buruknya ,dan darinya adalah makanan , hal ini pula terdapat dalam hadits yang lain dimana para penggembala unta akan menjadi sombong karena kebiasaan nya yang mencari makan ditempat yang tinggi hal ini pun mempengarui panggembalanya demikian penggembala kambing ketenangannya mempengarui panggembalanya yang tenang tidak seperti penggembala onta , dan kita juga dilarang duduk pada kulit dari kulit macam karena hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya .

waallohu a’lam bish-shoowab .
selamat membaca semoga bermanfaat .

Seputar Pembagian Daging Aqiqoh

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh alfaqir ila afwi robbih : al-Ustadz Abul Hasan alwonogiry .
Cikarang – Bekasi .

        Pada tulisan ini penulis hendak menjelaskan sedikit tentang bagaiman cara membagi daging aqiqoh secara syari’at dengan menukilkan ucapan dan fatawa para ulama seputar permasalahan ini .

Para ulama tidak membedakan antara aqiqoh dengan hewan qurban, disebutkan disana perbedaan dan persamaan dua ibadah yang disyariatkan ini sebagaimana tersebut dalam kitab-kitab fiqh dan disini bukan tempat untuk berpanjang lebar tentang itu . dan dari persamaan hukum dari dua ibadah yang mulia  ini adalah siapa yang berhak untuk menerimanya

Disebutkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud rohima humalloh dan tidak diketahui adanya penyelisihan dari para shohabat yang lainnya : “ bahwasannya daging aqiqoh itu dibagi seperti daging kurban sepertiga untuk fuqoro’ , sepertiga untuk hadiah ,dan sepertiga untuk ahli bait “. sebagaimana disebutkan dari hadits Ibnu Abbas dan yang lainnya .

Imam Syafii’ dan Ibnu Sirin berkata : “ silahkan engkau lakukan sesuai keinginanmu pada daging aqiqohmu “ .

Ditanyakan pada ibnu sirin : “ apakah boleh dimakan semua ? beliaumenjawab : “ saya tidak mengatakan seperti itu “.

Berkata Ibnu Qudamah : Yang lebih pas dalam masalah ini adalah menqiaskan aqiqoh dengan sembelihan kurban karena nasikah itu disyari’atkan dan tidak diwajibkan sebagaiman kurban , persamaan dalam sifat , kadar , sunah serta syarat-syaratnya demikian juga orang-orang yang berhak untuk menerimanya
( al-Migny Libnil Qudamah ).

Berkata asy-Syeikh Fauzan dalam kitabnya Mulakhos Fiqhiyah : “ dicintai pada daging aqiqoh untuk makan darinya , manghadiahkan dan bershodaqoh sepertigaan seperti sembelihan qurban “.

Dan tidak diketahui dari ucapan para ulama wajib untuk menshodaqohkan semua daging baik qurban atau aqiqoh melainkan hanya sekedar afdholiah ( yang paling utama ) saja yaitu : “ membagikan semua dagingnya untuk kaum muslimin itu lebih baik dan tidak sampai pada tingkat wajib wallohu a’lam  .

Ada beberapa permasalahan dalam hal ini :

Masalah 1: “ Bagi yang diwakilkan atau diwashiatkan  apakah dia mengambil hukum yang mewakilkan atau yang mewashiatkan dalam pengambilan hak daging ini ?  

Jawab : “ bagi yang diwakilkan atau diwashiatkan diperbolehkan untuk mengambil daging hewan aqiqoh atau qurban  tadi seperti pemiliknya yaitu sepertiga dagingnya  sebagaimana difatwakan oleh para ulama sunah “.

وعن سلمة بن الأكوع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلّم قال : ” كلوا وأطعموا وادخروا ” . رواه البخاري
Dari Salamah bin Akwa’ bahwasannya nabi bersabda : “ makanlah kalian darinya dan berilah makan dan simpanlah “ ( HR.Bukhory).

Masalah 2 : “ Berapakah kadar yang diperbolehkan untuk dimakan atau dihadiahkan ?

Jawab : “ disebutkan dalam masalah ini perkarannya luas tidak sempit yang diatur dalam kadar tertentu ,dan  yang dipilih sepertiga dimakan dan sepertiga dihadiahkan  “.

Masalah 3 :  “ Bolehkah menyimpan daging aqiqoh atau qurban ataukah harus dihabiskan seketika itu juga ?

Jawab : “ pendapat para ulama kadar daging yang boleh dimakan maka boleh disimpan,dan tidak ada batasan hari dalam menyimpan, disebutkan dalam hadits buraidah riwayat imam muslim no : 1977 : “ maka simpanlah daging itu semau kalian “.

Mudah-mudahan bermanfaat .
Wallohu a’lam bishshowaab .

Masalah Penjualan Waqaf

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh : al_Ustadz Abul-Hasan alwonogiri
Cikarang-Bekasi

Penjelasan singkat seputar silang pendapat  para ulama tentang penjualan barang yang diwaqafkan .

Segala puji bagi alloh yang telah menciptakan manusia dan menyempurnakannya dengan akal untuk menilai dan menimbang sesuatu  yang terbaik baginya sholawat serta salam kita limpahkan kepada junjungan dan teladan kaum muslimin nabi muhammad sholallohu alaihi wasalam   adapun setelah itu :
Saya mulai dengan meminta pertolongan Alloh ta’ala :
Untuk memudahkan bagi pembaca yang budiman saya akan membagi pembahasan ini menjadi  tiga  bagian  :
  1. Gambaran yang  diperbolehkan menjual  waqaf  .
  2. Gambaran yang  dilarang menjual  waqaf .
  3. Gambaran yang diperselisihkan tentang boleh dan tidaknya untuk dipindahkan atau dijual –belikan.
Bagian pertama : Gambaran yang disepakati diperbolehkan menjual waqaf :
1/ Apabila terjadi kerusakan pada ( barang) waqaf dan tidak bisa untuk dimanfaatkan lagi maka dijual dan dibelikan yang semisalnya .

Disebutkan sheikh utsaimin dalam kitabnya syarh mumti’ :
قوله: «إلا أن تتعطل منافعه» ففي هذه الحال يجوز أن يباع، كرجل أوقف داره على أولاده فانهدمت الدار، فيجوز أن تباع.
 Kata penulis : “ kecuali terabaikan atau hilang kemanfaatannya “ maka dalam keadaan ini diperbolehkan untuk dijual . seperti seorang laki-laki yang mewaqafkan rumahnya kepada anak-anaknya kemudian rumah itu mengalami  kerusakan maka boleh dijual .

Dan hasil dari penjualan tadi dipergunakan untuk membeli yang serupa atau sebagiannya dan tidak diperbolehkan hasil dari penjualannya dibagi-bagikan berupa uang kepada mereka , karena apabila dibagikan uang maka akan habis dan hilanglah maksud dari waqaf itu sendiri .
Berkata ibnu qudamah dalam kitabnya al-mughy :
لا يجوز تغيير الوقف بالبيع مع إمكان الانتفاع به
“  tidak boleh merubah waqaf  dengan memperjual-belikan apabila masih bisa dimanfaatkan “.

Ma’nanya apabila waqaf tersebut sudah tidak bisa untuk dimanfaatkan maka boleh untuk dijual dan digantikan dengan yang serupa sehingga tidak merubah maksud  dari waqaf tersebut  ,dan sema’na dengan ini disebutkan dari mazhab imam ahmad beliau membolehkan menjual waqaf apabila tidak bermanfaat lagi sebagaimana dinukilkan  dalam syarh umdahtul ahkam .

dan disebutkan pula dari al-imam abu hanifah pendapat beliau yang syadz yang memperbolehkan menjual waqf dan  menarik kembali waqaf oleh pemiliknya  dan dikritik oleh muridnya abu yusuf : ” kalau seandainya sampai kepadanya  hadits umar maka tidak akan berpendapat seperti ini “ .

Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Addaaimah : “ diperbolehkan untuk menjual sebagian tanah waqaf untuk memperbaiki sebagiannya apabila tidak ada yang lain selain itu .

dinukilkan juga dari Fatawa wa rosaail muhammad bin ibrohim (9/113) :
جواز بيع الوقف لاختلاله وقلة مغله ولوجود الغبطة والمصلحة ، وعمارة وقف من غلة وقف آخر
“ diperbolehkan menjual waqaf  karena kurang berguna dan sedikit manfaatnya dan adanya keinginan serta kemashlahatan , dan juga memperbaiki waqaf dengan waqaf yang lainnya ( menjual sebagian waqaf untuk memperbaiki yang lainnya dengan syarat satu pemilik dan satu tujuan ). Disebutkan dalam al-inshof : “ apabila satu tujuan “.
لما روي أن عمر بن الخطاب كتب إلى سعد لما بلغه أن بيت المال الذي بالكوفة نقب : أن انقل المسجد الذي بالتمارين واجعل بيت المال قبلة المسجد ، فإنه لن يزال في المسجد مصل . وكان هذا بمشهد من الصحابة ولم يظهر خلافه .
Diriwayatkan dari umar bi alkhotob beliau mengirim surat kepada sa’ad ketika sampai kabar kepada umar kalau baitulmaal yang di kuufah dilubangi : “ pindahkanlah masjid yang ditamaariin dan tempatkan baitul maal disebelah kiblat masjid “. Padahal dimasjid masih ada yang mempergunakan untuk sholat . keputusan ini disaksikan oleh para shohabat dan mereka tidak menyelisihinya .

Bagian kedua : Gambaran yang disepakati dilarang menjual  waqaf tersebut .
Disebutkan dalam zaadul mustaqni :
الوقف عقد لازم لا يجوز فسخه
“ waqaf adalah aqad yang tetap tidak boleh dibatalkan “ .
Yang tidak boleh dibatalkan atau dirubah ataupun ditarik kembali seperti shodaqoh
 .
Apabila tidak terabaikan manfaatnya dan masih digunakan sebagaimana mestinya serta tidak ada kemashlahatan dalam menjualnya , masuk dalam hal ini juga tidak boleh untuk digadaikan dan ini hukum asal dalam waqaf tidak dijual ataupun digadai .
لا يجوز تغيير الوقف بالبيع مع إمكان الانتفاع به
“  tidak boleh merubah waqaf  dengan memperjual-belikan apabila masih bisa dimanfaatkan “.

Disebutkan dalam syarh mumti’ : “ ada perbedaan pendapat dari kalangan ulama tentang seorang yang mewaqafkan barang dalam keadaan orang ini memiliki hutang yang banyak apakah boleh dia menjual waqafnya atau tidak ?  beliau berpendapat diperbolehkan menjual waqaf tersebut unutk melunasi hutangnya karena itu wajib adapun waqaf tathowwu’ ( sunah ) saja dan ini pendapat sheikul islam sebagaiman beliau nukilkan  Adapun apabila seseorang tadi terpaksa berhutang setelah terjadi aqad waqaf maka beliau menguatkan pendapat tidak boleh dijual .

Bagian ketiga : Gambaran yang diperselisihkan tentang boleh dan tidaknya untuk dipindahkan atau dijual –belikan .
  1. Apabila manfaatnya sedikit  tidak hilang sama sekali atau dialihkan kepada yang lebih bermanfaat dan lebih baik apabila ada kebutuhan dan kemashlahatan .
Dalam hal ini ada selang pendapat dari para ulama apakah boleh untuk dijual kemudian dialihkan yang serupa dan lebih baik atau tidak  atau ditukar dengan yang lain yang serupa yang lebih bermanfaat  seperti tanah dengan tanah atau kuda perang dengan kuda perang yang lebih baik ?

Sebagian tidak membolehkan secara mutlak sampai benar-benar tidak bermanfaat dan hal ini menyelisihi dari maqoosidussyari’at yang mengacu pada setiap kemashlahatan .
Pendapat lain dan ini yang lebih kuat adalah diperbolehkan apabila ada kemashlahatan yang lebih baik dan kuat  berkata syeikhul islam :
جواز بيعه للمصلحة بحيث ينقل إلى ما هو أفضل، واستدل لهذا بقصة الرجل الذي نذر إن فتح الله على رسوله صلّى الله عليه وسلّم مكة أن يصلي في بيت المقدس فقال له النبي صلّى الله عليه وسلّم: «صل هاهنا» فأعاد عليه مرتين أو ثلاثاً فقال: «فشأنَك إذن» (1) .
“ diperbolehkan menjual waqaf untuk kemashlahatan seperti memindahkan kepada yang lebih afdhol “.

Beliau berdalil dengan hadits kisah seorang laki-laki yang bernadzar apabila alloh membukakan  mekah untuk nabinya akan sholat dibaitil maqdis .maka nabipun berkata padanya : “ sholatlah disini “ beliau ulangi tiga kali lantas beliau berkata : “ terserah kamu kalau begitu “.

Beiau juga berkata:
قال شيخ الإسلام ” ابن تيميهَ ” رحمه الله: “ومع الحاجة يجب إبدال الوقف بمثله، وبلا حاجة يجوز بخير منه، لظهور المصلحة”.
“ kalau ada kebutuhan wajib mengganti waqaf dengan yang semisalnya dan tanpa kebutuhan boleh mengganti dengan yang lebih baik darinya karena adanya kebaikan “.

Wallohu a’lam bishhowaab

Batasan Usia Anak Laki-laki yang Harus Berhijab Seorang Wanita Darinya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pertanyaan :
Berapakah batasan usia untuk anak laki-laki yang dianjurkan untuk berhijab darinya seorang wanita ?

Jawaban :
Ddisebutkan dalam ayat  Annur :31 batasan seorang anak yang boleh untuk membuka hijab didepan mereka :
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء

Artinya : atau seorang anak yang belum mengenal aurot wanita “ . Ddidalam ayat ini tidak disebutkan batasan umur , akan tetapi seorang anak yang sudah mengenal aurot wanita dan memperhatikannya serta mulai membicarakannya maka tidak diperbolehkan bagi wanita untuk membuka perhiasannya didepan anak tersebut atau membuka hijabnya .

 Ada perbedaan antara seorang anak satu dengan yang lainnya dalam masalah ini. Maka yang jadi batasan adalah sifat yang tersebut dalam ayat dan bukan degan batasan umur.


( Fatwa Syaikh Utsaimin rahimahullah ) 

Hukum Memangkas Rambut Sebahu bagi Wanita

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pertanyaan :
Hukum memangkas rambut sampai sebahu bagi wanita untuk tujuan berhias ?

Jawaban :
Wanita yang memangkas rambutnya ada dua keadaan :
Yang pertama : menyerupai potongan rambut laki-laki maka ini harom hukumnya dan termasuk dari dosa besar disebutkan dalam shohih bhukori no 5885 rosul mela’nat wanita yang menyerupai laki-laki “.

Yang kedua : ” tidak sampai ketingkatan penyerupaan maka ini ada selang pendapat dari para ulama : boleh ,harom dan makruh dan yang terakhir yang mayshur dari mazhab imam ahmad .

Bagaimanapun keadaannya hendaklah seseorang berhati-hati dan tidak mudah menerima setiap model yang datang dari orang-orang kafir  karena hal ini bisa mendatangkan rasa cinta kepada mereka ( Fatawa Sheikh Utsaimin )


 

Tanya Jawab Seputar Rumah Tangga

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

1/ Pertanyaan pertama
Benarkah dengan perkataan seseorang tentang adanya sebuah rumah yang bisa membawa kesialan terhadap penghuninya?

Jawab : 
Telah datang sebuah hadits dari Nabi n tentang hal ini:
الشؤم في الدار والمرأة والفرس
 “Kesialan ada pada rumah, wanita dan kuda. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat yang lain, nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
إن كان الشؤم في شيء ففي الفرس والمسكن والمرأة
 “Apabila kesialan ada pada sesuatu maka ada pada kuda, tempat tinggal, dan wanita. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Hadits ini dikomentari oleh para ulama di antaranya Imam Malik v dan yang lain: “Hadits ini sesuai zhahirnya bahwasanya Allah f menjadikan pada sebuah rumah ada kesialan serta memberikan bahaya pada penghuninya dengan takdir Allah f.”
Berkata Imam Khathabi rahimahullah: “Makna ini bukan merupakan thiyarah (penganggapan sial) yang dilarang. Apabila dia memiliki rumah yang dibenci untuk dihuni maka boleh dia menjualnya.(Al-Minhaj An-Nawawi) 

Dan itu semuanya terjadi karena takdir dari Allah subhanahu wa ta’ala, bukan terjadi dengan sendirinya. Karena rumah adalah benda mati yang tidak memberi manfaat dan bahaya kepada siapapun.


2/ Pertanyaan kedua
Apa hukum membeli rumah dari bank dengan cara angsuran KPR? Gambarannya: “Seseorang membeli rumah melalui bank, pihak bank membayarkan kepada pemilik rumah atau developer sesuai harga yang disepakati, lalu pihak bank meminta uang muka (DP) seperempat harga rumah kemudian sisanya diangsur perbulan sesuai harga yang disepakati antara pembeli dengan pihak bank. Sedangkan pihak bank tidak memiliki rumah tersebut akan tetapi orang itu yang mencari rumah kemudian pihak bank yang membayarkannya lalu orang tersebut mengangsurnya kepihak bank seperti gambaran di atas.

Jawab :
Jual beli seperti ini terjadi perselisihan di kalangan para ulama dan yang tampak darinya adalah tidak diperbolehkan (haram), kecuali dengan dua syarat:
1. Tidak ada keharusan dari pihak bank pada pembeli untuk membelinya.
2. Pihak bank tidak menjualnya melainkan telah memilikinya dengan sempurna.
Akan tetapi dalam hal ini seseorang tidak boleh bermudah-mudah, apabila masih ada yang lain yang lebih halal karena mu’amalah dengan bank adalah termasuk dalam tolong menolong dalam dosa.

Adapun cara yang lebih  selamat bermu’amalah dengan bank adalah:
1. Engkau mencari rumah yang cocok dan mencari tahu perkara-perkara yang berhubungan dengannya.
2. Mengadakan kesepakatan dengan bank atau yang lainnya untuk melaksanakan pembayaran rumah tersebut, engkau membelinya setelah sempurna transaksi mereka dan berpindah kepemilikan dari pihak penjual ke pihak bank, dengan harga sebagian di depan dan sebagian diangsur sesuai kesepakatan awal.
3.Pihak bank atau yang lainnya membeli rumah yang dimaksud dan menggabungkan ke dalam kepemilikannya, kemudian engkau membayar ke pihak bank langsung dan menyerahkan 25% uang tunai kemudian sisanya yang 75% diangsur kredit sesuai kesepakatan pembayaran angsuran. Kalau seandainya bank meminta jaminan maka tidak mengapa dengan menggadaikan rumah yang dibeli tersebut sampai melunasinya.

Ada dua keadaan pembelian barang melalui bank :
1. Pihak bank membeli barang dengan sah menjadi miliknya kemudian menjualnya kepada pembeli dengan harga yang lebih, dan pembeli membayarnya dengan mengangsur atau kontan maka ini mu’amalah yang diperbolehkan.
2. Pihak bank tidak membeli barang tetapi membayarkan harga barang dari pembeli kemudian pembeli mengangsur ke pihak bank dengan harga lebih bukan kepada pihak penjual maka hukum mu’amalah ini haram.

 3/ Pertanyaan ketiga
Apa hukum membeli rumah dengan cara hutang ke pihak bank (KPR) lalu membayarkan ke pihak penjual rumah atau developer dengan kontan dan mengangsur ke pihak bank?

Jawab :
Hal ini dilihat dari dua sisi: Hukum jual belinya dan hukum pinjamannya. Adapun hukum jual belinya adalah sah menurut syari’at, karena syarat-syaratnya terpenuhi. Yakni pembeli meminjam uang dari pihak bank kemudian membayarkannya ke pihak penjual rumah atau developer, kemudian dia mengangsur ke pihak bank. Namun hukum pinjaman seperti ini termasuk mu’amalah yang riba yakni pinjaman yang ada penambahan, hukumnya adalah haram. Sedangkan sesuatu yang haram tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.
Terdapat kaidah Fiqih:
اْلحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
 “Hajat (kebutuhan) ditempatkan pada tempat darurat dan darurat itu membolehkan yang dilarang.”
Kalau hal ini harus dan tidak bisa dihindari lagi darurat, yang mana mua’malah dengan bank adalah mua’malah riba, maka diperbolehkan sampai ada jalan keluarnya jual-beli dengan cara syar’i dan jauh dari riba, atau meminjam uang kepada pihak-pihak yang tidak membungakan uang dalam pinjaman.

4/ Pertanyaan keempat
Apa hukum membeli rumah dengan cara diangsur (KPR) dengan barang yang sama tetapi berbeda-beda harga, sesuai besarnya angsuran per bulan yang dibayar serta lamanya angsuran pembayaran?

Contohnya: “Abdullah membeli rumah dengan diangsur selama 10 tahun dengan harga 90 juta, sedangkan Muhammad membeli rumah dengan tipe dan luas yang sama tetapi diangsur selama 15 tahun dengan harga 120 juta.”

Jawab :
Diperbolehkan membeli rumah dengan cara angsuran dengan berbeda harga sesuai besar dan kecilnya angsuran per bulan serta lamanya angsuran pembayaran dengan menentukan akad salah satu dari keduanya.“
(Tanya Jawab dia atas bisa dilihat pada Markaz Fatawa di bawah bimbingan Asy Syaikh DR. Abdullah Al-Faqih)

( Di salin dari buku Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 93-97, Penulis al-Ustadz Abul Hasan al-Wonogiriy )

Perhatian : Dilarang mengubah artikel ini ke dalam file lain berupa e-book, chm, pdf ataupun file yang lainnya, serta di larang mengprint artikel ini tanpa seizin dari Maktabah Almuwahhidiin. Adapun untuk di copy paste ke blog ataupun website dipersilahkan dengan tetap mencantumkan sumbernya tanpa menambah ataupun mengurangi isi artikel.

Bagi pembaca yang ingin ta’awun (bekerjasama) untuk mencetak artikel di website ini menjadi sebuah buku, silahkan menghubungi ke nomor 0857 1552 1845

Sifat-Sifat Penghuni Rumah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Menginginkan sebuah keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Untuk mewujudkannya diperlukan peran serta seluruh anggota keluarga. Keluarga yang harmonis akan membawa suasan rumah yang damai, nyaman dan penuh kesejukan. Oleh karena itulah seluruh penghuni rumah musti mengetahui sifat-sifat yang hendaknya diperhatikan untuk mewujudkan suasana rumah yang damai dan tentram:

1) Mengagungkan perintah Allah k dan Rasul-Nya n pada diri-diri mereka dan di dalam rumah-rumah mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.(Al-Ahzab: 36)

Ayat ini turun pada kisahnya Rasulullah n ketika melamarkan pemudanya Zaid bin Haritsah a kepada Zainab binti Jahsyi x. Zainab x menolak dan berkata: “Aku tidak mau menikah dengannya.“ Beliau n menimpali: “Nikahlah dengannya…!” Maka Zainab menjawab: “Akulah yang berhak atas diriku…” ketika mereka sedang dalam pembicaraan maka turunlah ayat ini (Tafsir Ibnu Katsir : 6/421)

2) Mendahulukan kepentingan saudaranya (tetangga dan yang lainnya) dari pada kepentingan diri sendiri.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)

Sebab turunnya ayat ini sebagaimana tertera dalam hadits:
“Ada seseorang yang bertamu kepada Rasulullah n suatu hari, maka beliaupun menanyakan kepada para istrinya apakah mereka menyimpan makanan untuk tamunya? Semuanya menjawab: “Tidak ada makanan kecuali air saja. Maka beliau menawarkan kepada para Shahabatnya h siapakah dari mereka yang hendak menjamunya? Maka berkatalah shahabatnya dari Anshar: “Saya ya Rasulullah…! Maka dibawalah olehnya tamu beliau. Sesampainya di rumah dia berkata kepada istrinya, lalu istrinya menjawab tidak ada makanan kecuali untuk anaknya saja. Maka dia menyuruhnya untuk menidurkan anaknya dan memasak makanan tadi untuk tamunya. Setelah tamunya pulang maka Rasulullah n mengatakan: “Allah l sangat takjub dengan perbuatan kalian semalam. Lalu turunlah ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 8/71)

3) Bershadaqah dari harta yang baik.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(Al Baqarah: 267)

4) Berhias dengan kesabaran ketika tertimpa musibah dan memperbanyak shalat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(Al Baqarah: 153)
5) Bersikap zuhud dan qana’ah dengan dunia, namun sangat besar kecintaannya terhadap kehidupan akhirat.
Bersikap merasa cukup dengan apa yang ada di tangannya dan tidak menginginkan apa yang berada di tangan orang lain. Selalu menjauhi hidup bermewah-mewahan di dunia karena hal itu lebih mencerminkan akan kecintaannya dengan negeri akhirat.

6) Saling nasehat-menasehati dalam  kesabaran dan ketaqwaan dalam keluarga.
Ini adalah akhlak yang terpuji dalam Islam dan bahkan menjadi tanda kebaikan seseorang di dunia ini dengan saling menasehati dalam kebaikan dan memerintahkan kepadanya serta saling melarang dari perbuatan maksiat dan dosa.

7) Mempelajari apa-apa yang menjadi hak-haknya dalam keluarga sehingga tercipta sebuah kebaikan.
Seorang suami memiliki hak-hak dalam keluarga demikian juga seorang istri, dengan mengetahui hak-hak masing-masing maka akan tercipta kedamaian dalam keluarga dan keteduhan. Karena suatu keteduhan yang didamba seseorang adalah keteduhan batin bukan sekedar zhahirnya, maka apalah artinya suatu keteduhan zhahir kalau seandainya batinnya selalu merasa kepanasan dan kepedihan. Suami yang tak perhatian dengan keluarga, akan dirasakan oleh anggota keluarganya berupa kegersangan di dalamnya, serta istri yang tak bisa mengurus rumah akan menjadikan suami kurang nyaman tinggal di rumahnya. Maka wajib bagi keduanya untuk mempelajari hak-hak suami istri.

8) Kecintaan yang dibangun di atas kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Cinta karena Allah k dan Rasul-Nya n sangat ditekankan dalam sebuah keluarga sehingga mereka selalu mawas diri dengan senantiasa dalam ketaatan, dan apabila melihat anggota keluarga dalam kemaksiatan, akan bersegera untuk menasehatinya.
Wa Allahu ta’ala a’lam bishshawab

( Di salin dari buku Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 87-91, Penulis al-Ustadz Abul Hasan al-Wonogiriy )

Perhatian : Dilarang mengubah artikel ini ke dalam file lain berupa e-book, chm, pdf ataupun file yang lainnya, serta di larang mengprint artikel ini tanpa seizin dari Maktabah Almuwahhidiin. Adapun untuk di copy paste ke blog ataupun website dipersilahkan dengan tetap mencantumkan sumbernya tanpa menambah ataupun mengurangi isi artikel. 

Bagi pembaca yang ingin ta’awun (bekerjasama) untuk mencetak artikel di website ini menjadi sebuah buku, silahkan menghubungi ke nomor 0857 1552 1845

Adab-Adab di Dalam Rumah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Adab-adab ini sangat penting untuk melindungi rumah kita dari  para syaitan yang menjadikan rizki kita tidak barokah, karena mereka ikut serta dalam menikmatinya. Sebagaimana sabda nabi shalallahu alaihi wa sallam:
إذا دخل الرجل بيته فذكر الله عند دخوله وعند طعامه قال الشيطان لا مبيت لكم ولا عشاء وإذا دخل فلم يذكر الله عند دخوله قال الشيطان أدركتم المبيت وإذا لم يذكر الله عند طعامه قال أدركتم المبيت والعشاء
Apabila seseorang masuk rumahnya, lalu menyebut nama Allah ketika masuk rumah dan ketika hendak makan juga menyebut nama Allah,  maka syaitan berkata: “Tidak ada tempat menginap dan makan malam buat kalian“, namun apabila tidak menyebut nama Allah ketika masuk rumah,  berkata syaitan : “Ada tempat bermalam buat kalian“ dan apabila tidak menyebut nama Allah ketika makan, mereka berkata: “Kalian mendapat tempat bermalam dan makan malam.” (HR. Muslim)

Karena begitu banyak, maka kami sebutkan beberapa adab yang kami anggap penting dan sering dilakukan sehari-hari. Di antaranya adalah:
1) Adab bersama Orangtua
Adab yang paling penting pada rumah seorang muslim adalah adab bersama orangtua, dan ini adalah sebagian adab-adabnya:
a. Berbuat baik, bersyukur, dan berbakti terhadap kedua orangtua serta mentaatinya pada perkara yang bukan maksiat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Israa’: 23)
Allah l berfirman:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(Luqman: 14)

b.  Menghormati dan memuliakannya, serta  merendahkan diri di hadapannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Israa’: 24)

c. Berbicara lemah lembut dan sopan dihadapannya serta tidak membentaknya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
“Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.(Al-Israa’: 23)

d. Mendo’akan dan meminta ampunan bagi kedua orangtua setelah keduanya meninggal dunia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan ucapkanlah: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Israa’: 24)

e. Meminta pertimbangan mereka sebelum memutuskan permasalahan.  Karena hal itu akan menjaga hati keduanya sebagai orang tua, sehingga tidak merasa diremehkan dan tidak membuat hati keduanya bersedih. Dimana dukungan dari kedua orang tua akan menambah kemantapan bagi diri anak.
f. Menunaikan janji keduanya.
g. Memuliakan kerabatnya.
h. Menyambung silaturahim yang mereka sambung sewaktu masih hidup.


2) Adab Makan dan Minum.
Perkara ini sungguh sangat ringan, namun sering terlalaikan di rumah-rumah sebagian kaum muslimin, yaitu adab makan dan minum. Padahal lebih ringan daripada sekedar mengangkat sesuap nasi ke mulut dan tidak lebih berat dari menahan rasa lapar.
Islam adalah dien rahmat bagi semesta alam. Dien yang menjelaskan segala bentuk kemaslahatan (kebaikan) bagi manusia. Termasuk dari keindahan dan kesempurnaan agama Islam adalah adanya adab ketika makan dan minum. pembahasannya secara ringkas sebagai berikut:
a. Membaca basmalah di awalnya dan hamdalah setelahnya.
Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Wahai anakku, bacalah ‘bismillah’ (dengan nama Allah) dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa yang ada di depanmu. (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dari Abu Umamah radhiallahu’anhu bahwasanya beliau n apabila telah selesai makan membaca do’a:
الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
“Segala puji bagi Allah (Aku memujiNya) dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah, yang senantiasa dibutuhkan, diperlukan dan tidak bisa ditinggalkan, ya Rabb kami.” (HR. al-Bukhari)

b. Apabila lupa membaca do’a di awal lalu teringat ketika sedang makan, maka membaca:
بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ
“Dengan menyebut nama Allah di awal dan akhirnya. (HR. Tirmidzi dan yang lainnya dari ‘Aisyah radhiallahu’anha)

c. Tidak mencela makanan, tapi disunnahkan memuji dan memuliakannya.  Tidak boleh istinja’ (bersuci dari najis) dengan makanan, dan tidak membuangnya pada tempat-tempat yang menjijikkan, seperti kloset dan yang lainnya.
Dari ‘Aisyah x Bahwasanya Nabi n bersabda:
أَكْرِمُوا الْخُبْزَ ” قَالَ: ” وَمِنْ كَرَامَتِهِ، أَنْ لَا يَنْتَظِرَ الْأُدُمَ
“Muliakanlah oleh kalian roti..!” Lalu beliau n berkata: “Dan dari memuliakannya adalah engkau tidak menunggu lauk untuk memakannya. (Dikeluarkan di Syu’abul Iman no. 5481  dan Mu’jamul Kabir dan yang lainnya)
Dalam riwayat yang lain:
إكرامه أن لا يوطأ ولا يمتهن كأن يستنجى به أو يوضع فى القاذورة والمزابل أو ينظر إليه بعين الاحتقار .
Memuliakan makanan atau roti adalah dengan tidak menginjaknya, tidak dihinakan dengan dipakai istinja’ atau diletakkan di tempat yang jorok, tempat sampah atau melihatnya dengan pandangan menghinakan.(Jam’ul Jawaami’  Imam As-Suyuthi: 1/4652)

d. Tidak makan dengan bersandar seperti keadaannya orang yang sombong yaitu berbaring pada salah satu lambungnya dan menyangga tangan di kepala.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا آكُلُ مُتَّكِئًا
“Aku tidak makan dengan bersandar. (HR. Al-Bukhari dari Abu Juhaifah radhiallahu’anhu)
Maksud dari “bersandar“ yang dilarang adalah tidur miring berbaring pada salah satu lambungnya yang kanan ataupun yang kiri.” (lihat  catatan kaki As-Syamail Muhammadiyah Imam At-Tirmidzi:  1/154 )

e. Dianjurkan untuk menjilati jari-jemari dan piring karena kita tidak tahu letak barokah sebuah makanan, serta mengambil makanan yang jatuh lalu memakannya setelah dibersihkan.
Dari Jabir  bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
إذا وقعت لقمة أحدكم فليأخذها فليمط ما كان بها من أذى وليأكلها ولا يدعها للشيطان ولا يمسح يده بالمنديل حتى يلعق أصابعه فإنه لا يدري في أي طعامه البركة
“Apabila makanan salah seorang kalian jatuh, hendaklah dia ambil dan bersihkan (bagian makanan) yang terkena kotoran, lalu dia makan. Jangan dia tinggalkan untuk syaitan dan jangan diusap tangannya dengan sapu tangan sampai dia menjilati jari-jemarinya karena dia tidak tahu dimanakah makanan itu yang ada barokahnya. (HR. Muslim dan lainnya)

f. Bernafas di luar tempat minum tiga kali setelah meneguk air dan tidak bernafas di tempat minum ketika minum.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَي أَنْ يَتَنَفَّسَ فِي اْلإِنَاءِ أَوْ يَنْفُخَ فِيْهِ
“Bahwa Rasulullah n telah melarang bernafas di dalam bejana atau melarang untuk meniup padanya.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no.1539 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)

g. Dilarang makan atau minum pada tempat yang terbuat dari emas atau perak.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ شَرِبَ فِي إِنَاءٍ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ أَوْ إِنَاءٍ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ ، فَإِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa yang minum dari tempat yang terbuat dari emas atau perak atau terdapat pada tempat tadi terbuat dari  salah satu keduanya, maka dia menegukkan api jahannam ke dalam perutnya.(Shahih,  HR. Al-Baihaqi di Sunan Sughro)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:
وَلا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا ، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا ، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ
“Dan janganlah kalian minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan makan dari piring-piringnya karena keduanya untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kalian nanti di akhirat.(HR. Muttafaqun ‘alaih)

h. Makan dan minum dengan sederhana tidak sampai kekenyangan.
Dari Miqdam bin Ma’di Karib a berkata, aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مَلَأ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ، حَسْبُ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ، يُقِمْنَ صُلْبَهُ ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidaklah anak Adam memenuhi sebuah tempat yang lebih jelek dari perutnya, cukuplah baginya beberapa suap yang bisa menegakkan tulang sulbinya akan tetapi kalau memang harus maka sepertiga buat makanannya, sepertiga buat minumnya dan sepertiga buat nafasnya.

3) Adab-Adab Salam.
Adab ini sangat penting dimiliki oleh rumah seorang muslim untuk menumbuhkan kasih sayang dan kecintaan antar sesama anggota keluarga, karena salam termasuk salah satu sebab yang disyari’atkan dalam Islam untuk menumbuhkan rasa cinta dan sayang terhadap sesama.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (An-Nuur: 27)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (An-Nuur: 61)
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤمِنُوا ، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أوَلاَ أدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian beriman dan tidaklah beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian melakukannya akan masuk surga? Sebarkan salam di antara kalian. (HR. Muslim)
Di antara adab-adab salam :
a. Mengucapkan salam kepada penghuni rumah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
 “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (An-Nuur: 61)
Dari Anas a, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا بُنَيَّ ، إِذَا دَخَلْتَ عَلَى أهْلِكَ ، فَسَلِّمْ ، يَكُنْ بَرَكَةً عَلَيْكَ ، وعلى أهْلِ بَيْتِكَ
“Wahai  anakku,  apabila engkau masuk kepada keluargamu ucapkanlah salam! akan menjadi barokah untukmu dan keluargamu. (HR. At-Tirmidzi,  hadits hasan shahih)

b. Mengucapkan salam sesuai ajaran Islam.
Hal ini karena kita saksikan di sekolah-sekolah ataupun di rumah-rumah muslimin yang telah mulai meninggalkan ucapan salam sesuai petunjuk Islam dan menggantinya dengan ucapan yang lain, seperti dengan: “Selamat pagi atau good morning.” Mengganti sesuatu yang baik dengan yang jelek, hal ini tidak ada maknanya dibanding ucapan salam yang diajarkan dalam Islam. Adapun seandainya hal  tersebut diucapkan dan ditambah dengan salam seperti contoh: “Assalaamu’alaikum, selamat pagi”, maka tidak mengapa.
Tetapi sebagian kaum muslimin menganggap bahwasanya ucapan salam khusus hanya di pondok-pondok pesantren saja, atau di masjid-masjid, tidak pada tempat yang lain seperti sekolah-sekolah atau perkantoran, padahal mereka mayoritasnya adalah muslimin.
Mereka lebih merasa bangga dengan apa yang datang dari orang-orang kafir serta malu dengan ajaran agama sendiri, kita meminta kepada Allah k untuk kita dan mereka taufik dan dijauhkan dari fitnah.
Ucapan salam secara Islami adalah :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
c. Membudayakan ucapan salam di rumah.
Dari Abu Hurairah a, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤمِنُوا ، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أوَلاَ أدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian beriman dan tidaklah beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian melakukannya akan masuk surga? Sebarkan salam di antara kalian. (HR. Muslim)

d. Membalasnya dengan yang semisal atau lebih baik lagi.
Contohnya :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ dibalas dengan وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمْ ini yang semisalnya .
Yang lebih baik :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ dibalas dengan وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمْ وَرَحْمَةُ اللهْ.

5) Adab-adab Meminta Izin dalam Islam.
Meminta izin adalah salah satu akhlak yang diajarkan dalam Islam untuk mendidik pemeluknya kepada derajat yang mulia, serta untuk menjaga kehormatan diri dan orang lain. Karena hal itu disyari’atkan demi menjaga mata dan pandangannya supaya tidak terjatuh dalam perkara yang tidak halal baginya untuk melihatnya.
Misalnya ketika seseorang tidak meminta izin untuk memasuki sebuah rumah, bisa jadi dia akan mendapati pemiliknya dalam keadaan yang tidak pantas untuk dilihat, akhirnya menimbulkan kebencian dan permusuhan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا بَلَغَ الأطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, Maka hendaklah mereka meminta izin (apabila hendak masuk menemui kalian), seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(An-Nuur: 59)

Di antara adab-adab meminta izin adalah :
a. Tidak memasuki sebuah rumah sampai mengucapkan salam, kemudian meminta izin pemiliknya  untuk masuk.
Hal itu dilarang karena kita tidak boleh berbuat apa-apa pada sesuatu yang bukan milik kita. Kecuali apabila perkara tadi dipersiapkan untuk fasilitas umum atau berada di alam terbuka. Hal ini seperti rumah yang dipersiapkan untuk tamu atau rumah makan atau rumah persinggahan dalam bepergian atau rumah yang sudah diidzinkan oleh pemiliknya, maka dia boleh memasukinya tanpa izin lagi.
عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي عَامِرٍ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَأَلِجُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِخَادِمِهِ اخْرُجِي إِلَيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُحْسِنُ الِاسْتِئْذَانَ فَقُولِي لَهُ فَلْيَقُلْ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَدْخُلُ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ ذَلِكَ فَقُلْتُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَدْخُلُ قَالَ فَأَذِنَ
“Dari Rib’i bin Hiros a, dari seseorang yang berasal dari Bani Amir, dia datang minta izin kepada Rasulullah n untuk masuk, lalu dia berkata :      “Apakah aku boleh masuk (tanpa mengucapkan salam)?, lalu beliaupun berkata kepada pembantunya: “Keluarlah dan temui dia karena dia tidak tahu cara minta izin, ajari dia untuk mengatakan: “Assalamu’alaikum, bolehkah aku masuk?” Laki –laki itu lantas bertutur, aku mendengar ucapan beliau dari luar lalu aku katakan: “Assalamu’alaikum, boleh aku masuk?“ Maka beliaupun mengizinkannya. “ (HR. Ahmad dalam musnadnya)

b. Menyebutkan nama, sifat, atau kun-yahnya.
Dari Jabir radhiallahu’anhu berkata:
أتَيْتُ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – فَدَقَقْتُ البَابَ ، فَقَالَ : (( مَنْ هَذَا ؟ )) فَقُلتُ : أَنَا ، فَقَالَ : (( أنَا ، أنَا ! )) كَأنَّهُ كَرِهَهَا
Aku mendatangi Nabi n,lalu aku ketuk pintunya, beliau n menjawab: Siapa itu? Aku jawab: ‘Aku’! Beliau n mengatakan: “Aku-aku….” Seakan-akan beliau n tidak suka. (Muttafaqun ‘alaih)

c. Meminta izin tiga kali, apabila tidak ada jawaban maka kembali.
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiallahu’anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
الاسْتِئْذَانُ ثَلاثٌ ، فَإنْ أُذِنَ لَكَ وَإِلاَّ فَارْجِعْ
“Meminta izin itu tiga kali. Kalau diizinkan maka masuklah kalau tidak maka pulanglah.
(HR. Muttafaqun ‘alaih)

d. Tidak berdiri di depan pintu tetapi di sebelah kanan atau sebelah kiri dari pintu.
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا أتى باب قوم لم يستقبل الباب من تلقاء وجهه ولكن من ركنه الأيمن أو الأيسر ويقول ” السلام عليكم السلام عليكم” وذلك أن الدور لم تكن عليها يومئذ ستور
“Dahulu  apabila beliau mendatangi rumah seseorang tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi berdiri pada tiang pintu sebelah kanan atau kiri, dan mengucapkan: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ dan hal itu karena rumah-rumah zaman dahulu belum ada tirai penutupnya. (Shahih,  HR. Abu Dawud)

e. Apabila pemilik rumah menyuruhnya pulang, maka kembali pulang.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nuur : 28)

6) Adab-adab Tidur
Tidur adalah tanda-tanda kebesaran Allah l, salah satu nikmat dari nikmat-nikmat  Allah l yang menjadi bukti bahwa Allah l Maha Mampu untuk mematikan dan menghidupkan kembali makhluk-Nya. Dan rumah seorang muslim yang dicintai Allah l dan Rasul-Nya n, penghuninya akan mengikuti petunjuk nabinya n dalam  beradab sebelum tidurnya.
Di antara adab-adab dalam tidur adalah :
a. Berwudhu’ sebelum tidur.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
  إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وَضُوءَكَ لِلصَّلاةِ،
“Apabila engkau hendak mendatangi  tempat tidurmu, berwudhulah seperti wudhumu untuk sholat. (HR. al-Bukhari)

b. Tidur pada sisi lambung yang kanan.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأيْمَنِ
“Kemudian tidurlah pada lambungmu yang sisi kanan. (HR. al-Bukhari)

c. Meletakkan tangan kanan pada pipi yang kanan.
كان النبي إذا أخذ مضجعه من الليل وضع يده تحت خده
“Dahulu Nabi shalallahu alaihi wasallam jika hendak tidur malam, meletakkan tangan kanannya pada pipi (kanannya). (Lihat  Umdatul Qori’ syarah Shahih Bukhari: 33/62)

d. Membaca do’a ketika hendak tidur:
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا
Dengan nama-Mu ya Allah, aku akan mati dan aku akan hidup(HR. al-Bukhari 11/113 dengan Fathul Baari dan Muslim 4/2083)
Dan membaca do’a bangun tidur :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْر
 “Segala pujian milik Allah, yang menghidupkan kami setelah mematikan kami. Dan kepada-Nya kita kembali. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 7) Adab Dalam Duduk
Dalam rumah dambaan seorang muslim, penghuninya akan senantiasa menjaga adab-adab yang sesuai tuntunan agama Islam, sampai adab-adab dalam duduk .
Di antara adab-adabnya adalah :
a. Berjabat tangan dengan orang yang duduk di majelis atau pertemuan.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا مُسْلِمَيْنِ الْتَقَيَا فَأَخَذَ أَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ حَمِدَ اللَّهَ تَفَرَّقَا لَيْسَ بَيْنَهُمَا خَطِيئَةٌ
“Apabila dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan, kemudian memuji Allah Ta’ala lalu berpisah, hilanglah kesalahan dari keduanya. (Shahih, HR. Ahmad dan yang lainnya)
b. Duduk di tempat yang telah disediakan oleh tuan rumah.
c. Duduk sejajar dengan yang lainnya dan tidak duduk di tengah-tengah majelis kecuali dalam keadaan tempatnya sempit atau yang semisalnya.
d. Tidak duduk di tengah-tengah dua orang kecuali seizin mereka.
e. Mengakhiri majelis atau pertemuan dengan membaca do’a kaffaratul majelis.
سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Ashhaabus Sunan dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/153)


( Di salin dari buku Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 70-85, Penulis al-Ustadz Abul Hasan al-Wonogiriy )

Perhatian : Dilarang mengubah artikel ini ke dalam file lain berupa e-book, chm, pdf ataupun file yang lainnya, serta di larang mengprint artikel ini tanpa seizin dari Maktabah Almuwahhidiin. Adapun untuk di copy paste ke blog ataupun website dipersilahkan dengan tetap mencantumkan sumbernya tanpa menambah ataupun mengurangi isi artikel. 

Bagi pembaca yang ingin ta’awun (bekerjasama) untuk mencetak artikel di website ini menjadi sebuah buku, silahkan menghubungi ke nomor 0857 1552 1845