Jumat, 01 Maret 2013

Sifat-sifat Rumah Kaum Muslimin

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pada point ini penulis akan menyebutkan karakteristik dan ciri khas rumah seorang muslim agar kita tentunya bisa membandingkan dan membedakan rumah seorang muslim dengan rumah orang kafir.

Sisi pertama: Penghuni rumah

1. Istri yang Shalihah akan mengurus rumah dan menjaganya.
Peranan istri yang shalihah akan mewujudukan rumah idaman yang merupakan miniatur sebuah negara dengan membentuk generasi yang tangguh dan beriman.
Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
وفي رواية ” وزوجة صالحة تعينك على أمر دنياك ودينك خير ما اكتنز الناس”
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.”
Dalam riwayat yang lain: ”Istri Shalihah yang membantumu pada urusan duniamu dan akhiratmu adalah sebaik-baik harta simpanan manusia. (HR. Ahmad 5/282, Tirmidzi, Ibnu Majah, dari Tsauban a. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5231 karya Al-Albani)

Nabi shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
وفي رواية ” وأقل خبا ” أي : خداعا
“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.”
Dalam sebuah riwayat: “Lebih sedikit sifat menipunya (kepada suaminya). (HR. Ibnu Majah. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah no. 623)

Nabi shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:
فمن السعادة : المرأة الصالحة تراها فتعجبك ، وتغيب عنها فتأمنها على نفسها ومالك ، ومن السقاء : المرأة التي تراها فتسوؤك ، وتحمل لسانها عليك ، وإن غبت عنها لم تأمنها على نفسها و مالك
“Termasuk dari kebahagiaan adalah: wanita yang sholihah, apabila engkau pandang menyenangkanmu, apabila engkau tinggal pergi menjaga dirinya dan hartamu. Dan termasuk dari kesengsaraan adalah: seorang wanita yang apabila engkau memandangnya mengecewakanmu, lisannya dia pakai untuk menjelekkanmu, apabila engkau pergi tidak menjaga dirinya dan hartamu. (HR. Ibnu Hiban. Lihat As-Silsilah As-Shohihah no. 282)

Seorang istri yang shalihah mengetahui kewajibannya dalam rumah tangga, mengurus rumah dan anak-anaknya di atas bimbingan ilmu agama, yang mana dia banyak menghabiskan waktunya di rumah, sehingga dengan mencari istri yang shalihah akan merasa tenang dan menentramkan hati seorang suami. Berbeda dengan istri yang tidak taat, yang senantiasa membuat hati gelisah dan tidak menentramkan dikala dia sedang di rumah atau di luar rumah.

Adapun seorang wanita yang cantik tetapi tidak memiliki adab-adab dan buruk akhlaknya, diibaratkan seperti bunga yang tumbuh di pembuangan sampah, menarik tapi ketika didekati ternyata baunya busuk seperti tempat tumbuhnya.


2. Suami yang Shalih

Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Syaikh Al-Albani v dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

Seorang suami yang shalih dan istri yang shalihah akan membangun sebuah rumah tangga yang baik, dan akan menumbuhkan generasi yang baik. Akan tetapi sebaliknya, sepasang suami istri yang jauh dari ketaatan tidak akan menumbuhkan melainkan bibit-bibit yang jelek pula. Dan baik buruknya sebuah rumah tergantung pada penghuninya, maka hal ini adalah perkara yang paling penting dan inti.


Sisi Kedua : Sifat-sifat Rumah Seorang Muslim.

Termasuk kebahagiaan seorang muslim adalah memiliki rumah yang baik dan luas, yaitu yang memiliki sifat-sifat yang diridhai oleh Robbnya, serta kendaraan yang baik,  yang bisa membantunya untuk menunaikan kebutuhannya.

Sebagaimana dalam hadits dari Sa’id bin Abi Waqqosh radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
من سعادة ابن آدم ثلاثة، ومن شقوة ابن آدم ثلاثة، من سعادة ابن آدم المرأة الصالحة والمسكن الصالح والمركب الصالح، ومن شقوة ابن آدم المرأة السوء والمسكن السوء والمركب السوء . رواه أحمد وغيره.
”Tiga perkara yang menjadi kebahagiaan anak Adam dan tiga perkara yang menjadi kesengsaraan anak Adam. Adapun yang menjadi kebahagiaan  anak adam adalah wanita shalihah, rumah yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan yang menjadi kesengsaraannya adalah wanita yang buruk, rumah yang buruk, dan kendaraan yang buruk. (HR. Ahmad dan yang lainnya)

Dan yang paling utama dari sifat-sifat yang kita sebutkan dibawah ini adalah :  “ Membangun rumah di atas ketaqwaan dan keridhoan dari Alloh ”,  diantaranya :
1/  dari harta yang halal
2/  di atas tanah yang halal
3/  cara memperoleh rumah dengan jalan yang halal

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
 “Maka Apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (At-Taubah: 109)


Berikut ini adalah sifat-sifat rumah seorang Muslim yang mana sifat sifat ini hendaklah diperhatikan dan diterapkan di setiap rumah kaum Muslimin agar terpancar kedamaian dan ketentraman:

1. Menjadikan rumah sebagai tempat untuk dzikrullah.

Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
مثل البيت الذي يذكر الله فيه ، والبيت الذي لا يذكر الله فيه مثل الحي والميت
Permisalan rumah yang disebut nama Allah Ta’ala padanya dan rumah yang tidak disebut padanya nama Allah Ta’ala seperti orang yang hidup dan orang yang mati. (HR. Muttafaqun’ alaih dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu’anhu)

Nabi shalallahu laihi wasallam juga bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim 1/538)

Mengisi rumah dengan dzikir, baik dzikir dengan hati dan lisan seperti dzikir pagi dan petang, membaca Al-Qur’an, majelis ilmu dengan keluarga dan yang lainnya sehingga tidak terus tersibukkan dengan urusan dunia. Cinta dunia membuat kita selalu merasa tamak dan rakus.  Selalu kurang dengan yang ada dan tidak mensyukurinya, karena hati yang selalu merasa kurang. Akibat kurang bersyukur maka  hartanya menjadi kurang barokah dan menjadikan rasa qana’ah  (merasa cukup atas karunia Allah k) hilang darinya.

Betapa banyak kita saksikan rumah seorang muslim yang mengganti dzikrulloh dengan musik dan permainan-permainan yang melalaikan.

Seyogyanya rumah seorang muslim adalah rumah yang selalu diliputi rasa syukur kepada Allah k atas pemberian-Nya dan qana’ah dengan apa yang dia miliki, karena dengannya akan bertambah sebuah nikmat.

Dan seseorang  akan memandang kenikmatan yang dirasakan besar ketika memandang yang dibawahnya, tetapi apabila dia memandang yang di atasnya dia akan menganggap kecil nikmat Allah k yang diberikan kepadanya, dan menimbulkan rasa kurang bersyukur.
Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan jangan melihat orang yang di atas kalian karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kalian tidak meremehkan nikmat AllahTa’ala  yang dilimpahkan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim no 2963 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu)


2. Membuat tempat ibadah di dalam rumah.

Selayaknya bagi seorang Muslim untuk menjadikan rumahnya sebagai tempat yang  khusus  untuk  beribadah,  mengerjakan shalat-shalat sunnah bagi laki-laki dan shalat wajib bagi wanita, karena shalat yang terbaik bagi wanita adalah di rumah.
أَنّ عِتْبَانَ بْنَ مَالِكٍ، وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم، مِمّنْ شَهِدَ بَدْراً، مِنَ الأَنْصَارِ، أَنّهُ أَتَىَ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ إِنّي قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي. وَأَنَا أُصَلّي لِقَوْمِي. وَإِذَا كَانَتِ الأَمْطَارُ سَالَ الْوَادِي الّذِي بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ. وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ آتِي مَسْجِدَهُمْ. فَأُصَلّيَ لَهُمْ. وَدِدْتُ أَنّكَ يَا رَسُولَ اللّهِ تَأْتِي فَتُصَلّي فِي بيتي فَأَتّخِذَهُ مُصَلّىً. قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: “سَأَفْعَلُ. إِنْ شَاءَ الله”. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ الصّدّيقُ حِينَ ارْتَفَعَ النّهَارُ. فَاسْتَأْذَنَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم. فَأَذِنْتُ لَهُ. فَلَمْ يَجْلِسْ حَتّى دَخَلَ الْبَيْتَ. ثُمّ قَالَ: “أَيْنَ تُحِبّ أَنْ أُصَلّيَ مِنْ بَيْتِكَ؟” قَالَ فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ. فَقَامَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَبّرَ. فَقُمْنَا وَرَاءَهُ. فَصَلّى رَكْعَتَيْنِ ثُمّ سَلّمَ.
“Bahwasanya ‘Itban bin Malik a, dia adalah shahabat Nabi n termasuk yang menyaksikan perang Badr dari kalangan Anshar. Dia mendatangi Rasulullah n lalu berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya mataku telah rabun dan aku melakukan shalat untuk kaumku, apabila turun hujan terjadi banjir di lembah yang berada di antara kami, dan aku tidak bisa datang di masjid mereka untuk shalat bersama mereka, aku harap engkau wahai Rasululloh untuk datang,  untuk shalat di rumahku , yang akan aku jadikan padanya mushalla “
Maka Rasulullah n berkata: “Aku akan melakukannya insyaallah.” Berkata ‘Itban: “Maka berangkatlah Rasul n bersama Abu Bakar a ketika  telah matahari naik, kemudian Rasul n minta izin untuk masuk dan aku izinkan untuknya, Beliau n tidak duduk sampai masuk rumah, lalu Rasul n berkata: “Di mana tempat yang engkau suka untuk  aku shalat padanya?, maka aku isyaratkan ke penjuru rumah, maka diapun berdiri untuk shalat dan bertakbir dan kami berdiri di belakangnya lalu shalat dua raka’at dan salam. (HR. Muttafaqun ‘alaih dari ‘Itban radhiallahu’anhu)

Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ, فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ. وَ رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى, فَإِنْ أَبَى نَضَحَت فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah Ta’ala merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya hingga istrinya pun shalat. Bila istrinya enggan, ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah Ta’ala merahmati seorang wanita (istri) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suaminya hingga suaminya pun shalat. Bila suaminya enggan, ia percikkan air ke wajahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Lihat Shahihul Jaami’ no. 3488)

Dari dua hadits ini bisa kita ambil kesimpulan tentang disyari’atkannya membuat tempat khusus untuk beribadah di rumah, mengharapkan  turunnya barokah dari Allah k dengan hal ini.

3. Memperhatikan dan mengamalkan adab-adab nabawiyah di dalam rumah.

Seorang Muslim hendaknya memperhatikan adab-adab nabawiyah di dalam rumahya, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi n, seperti adab mau tidur, bangun tidur, masuk rumah, keluar rumah, dan semua yang dilakukan oleh beliau n di rumahnya semampu kita, karena hal tersebut sebab turunnya barokah pada rumah seorang muslim dengan izin Allah k.

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم ، إذا دخل بيته بدأ بالسواك
Dulu Rasulullah n apabila masuk rumah beliau memulai dengan siwak.” (HR. Muslim bab 15 no. 44)
Yang akan disebutkan nanti insyaallah pada pembahasan adab-adab seputar rumah.

4. Tarbiyah (pendidikan) keimanan di dalam rumah
Seorang Muslim hendaknya juga mendidik keluarga membiasakan ibadah di rumah, karena iman akan bertambah dengan keta’atan. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah n pada keluarganya :

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةً عَلى فِرَاشِهِ, فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوْتِرَ أَيْقَظَنِي فَأَوْتَرْتُ
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam sedangkan aku tidur dalam keadaan melintang di atas tempat tidurnya. Bila beliau hendak shalat witir beliau pun membangunkan aku, maka aku pun mengerjakan witir.” (HR. Al-Bukhari no. 997 dan Muslim no. 1141)

Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ, فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ. وَ رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى, فَإِنْ أَبَى نَضَحَت فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah Ta’ala merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya hingga istrinya pun shalat. Bila istrinya enggan, ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah Ta’ala merahmati seorang wanita (istri) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suaminya hingga suaminya pun shalat. Bila suaminya enggan, ia percikkan air ke wajahnya.”
 (HR. Ahmad, Abu Dawud. Lihat Shahihul Jaami’ no. 3488)

Serta mendorong keluarga untuk rajin bershadaqah terlebih para wanita sebagaimana anjuran Nabi n kepada para wanita di zaman beliau shalallahu laihi wasallam.
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَرَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai sekalian kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun). karena aku melihat mayoritas penduduk neraka adalah kalian.” (HR. Muslim no. 238)

Juga membiasakan dzikir-dzikir yang disyari’atkan pada keluarga seperti tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda :
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“Dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan, dicintai oleh Ar-Rahman: Subhanallahil ‘azhim subhanallahi wabihamdihi’.(HR. Muttafaqun ‘alaih)

Dan yang lainnya seperti ibadah puasa yang wajib dan yang sunnah apabila ada kemampuan, membaca Al-Qur’an, dan memerintahkan mereka untuk shalat, membiasakannya dari masa kecil sehingga akan terbiasa dan tidak merasa berat mengerjakannya nanti tatkala telah dewasa. Karena seseorang akan merasa ringan terhadap sesuatu yang telah menjadi kebiasaannya. Dan boleh mendidiknya dengan pukulan yang tidak melukai dan tidak membekas, seperti pada  telapak tangan apabila bermalas-malasan atau melawan, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaahaa: 132)

Dan Allah ta’ala juga berfirman:
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
“Dan nyatalah (Ismail) menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. (Maryam: 55)

Nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anak kalian menunaikan shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Hadits Hasan)

5. Ta’lim untuk keluarga.
Mengalokasikan waktu di rumah khusus untuk majelis ilmu, saling memberi faidah antara suami dan istri dalam hukum-hukum agama dan adab-adabnya, apabila suami sibuk dalam mencari ma’isyah (nafkah keluarga) maka hendaklah istri mendatangi majelis-majelis ilmu yang terdekat, lalu memberi faidah kepada suaminya dan mempraktikkannya di rumah. Untuk memberi  contoh kepada anak-anaknya kelak bagi yang belum punya anak dan memberi bimbingan secara praktik bagi yang telah memiliki anak. Seorang istri yang shalihah akan mengingatkan suaminya apabila jauh dari agama dan ibadah, mengingatkannya kembali terhadap hak-hak dia sebagai seorang kepala rumah tangga, dan suami yang sholeh akan merasa bahagia dengan memiliki istri shalihah yang mengetahui akan hak-haknya, dan bertanya kepada seorang ‘alim apabila terdapat permasalahan-permasalahan yang mereka tidak mengetahui hukum dan jalan keluarnya dalam agama atau dunianya, masyaAllah! Sesuatu kehidupan yang sangat mulia dan kebahagiaan keluarga yang haqiqi apabila ini terwujud dalam kehidupan sebuah keluarga.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahriim: 6)

Dalam rangka untuk menjaga nikmat  sehat dan waktu luang yang Allah l berikan kepada kita, dengan menggunakannya pada perkara-perkara yang bermanfaat untuk dunia atau akhirat kita. Setelah lelah waktu di luar rumah untuk mencari nafkah keluarga, maka diimbangi dengan mengkaji ilmu-ilmu agama untuk bekal di akhirat.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwasanya nabi shalallahu laihi wasallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
 “Dua nikmat yang kebanyakan orang melalaikannya: Nikmat sehat dan waktu luang.”  
(HR. Bukhori)

Thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu agama) juga sebab datangnya rizki bagi keluarga yang ada anggota keluarganya sedang menuntut ilmu, sebagaimana dalam hadits :
أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال : « كان أخوان على عهد النبيِّ -صلى الله عليه وسلم-، وكان أحدُهما يَحّْتَرِفُ ، وكان الآخرُ يلزم النبيَّ -صلى الله عليه وسلم- ويتعلَّمُ منه ، فشكا المحْتَرِفُ أخاه إلى النبيِّ -صلى الله عليه وسلم- ، فقال : لَعَلَّكَ بِهِ تُرْزَقُ » أخرجه الترمذي.
Dari Anas bin Malik a berkata: “Dulu ada dua bersaudara pada zaman Rasulullah n, yang satu mencari nafkah dan yang lain datang ke majelis Nabi n mencari ilmu. Maka mengadulah pencari nafkah kepada Nabi n perihal kondisi saudaranya (yang hanya duduk dihadapan Nabi n, tidak mau mencari nafkah-red), maka beliau n menjawab: “Semoga engkau diberi rezeki dengan sebabnya (saudaramu yang sedang menuntut ilmu)“. (Shahih,  HR. At-Tirmidzi)

6. Menyediakan maktabah Islamiyah / perpustakaan Islam.
Rumah seorang muslim, hendaknya dilengkapi dengan perpustakaan yang menyediakan buku-buku bacaan bagi keluarga yang berhubungan dengan perkara-perkara yang dibutuhkan tentang hukum-hukum agama atau yang lainnya, untuk menambah wawasan anggota keluarga dengan wacana ilmu dan menumbuhkan pada anggota keluarga kecintaan terhadap ilmu.

Serta menyediakan kaset-kaset yang berisikan bacaan Al-Qur’an, ceramah-ceramah yang mengandung nasehat-nasehat yang baik dalam masalah ‘aqidah, fiqih, dan yang lainnya, dan melihat terbitan yang terbaru supaya tidak merasa bosan. Apabila merasa bosan bisa dihadiahkan atau dipinjamkan pada orang lain yang dengannya bisa menambah pahala bagi keluarganya.

Setiap anggota keluarga hendaknya menyingkirkan dan menjauhi kaset-kaset yang berisikan musik-musik atau lainnya yang tidak berguna bagi dunia atau akhirat kita.

Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.(HR. Muslim no. 1893 dan Ash-Haabus Sunan)

Maka sebaliknya, barangsiapa yang menunjuki orang dalam kejelekan maka dia mendapat dosa seperti dosa orang yang melakukannya, sebagaimana sabda nabi:
ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Maka dengan itu berhati-hatilah wahai orang tua! Dari mendatangkan perkara-perkara kejelekan dan memasukkannya ke dalam rumah,  kalian akan ditanya nanti dihadapan Allah l tentang keluarga kalian, terutama sang bapak. Rasulullah n bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya kelak.(HR.  Bukhari)

Demi Allah..! Setiap kita kelak akan ditanya tentang apa yang kita pimpin, disia-siakan atau dijaga dan diperhatikan..!

Walaupun pengadaan maktabah (perpustakaan) bukan sesuatu yang harus, tapi ini sangat membantu terhadap perkembangan ilmu dalam sebuah keluarga.

7. Mengundang orang-orang shalih dan thalabatul-ilmi untuk berkunjung ke rumah.
Hal ini juga merupakan perkara kebaikan yang dianjurkan bagi sebuah keluarga apabila memiliki kelebihan harta, mengundang orang–orang shalih dan para tholibul ilmi ke rumah, meminta nasehat-nasehat dari mereka dan bertanya tentang hukum-hukum agama kepada mereka, juga belajar dari mereka adab-adab dengan langsung melihat apa yang mereka kerjakan.

Dari Abi Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
لَا تَصْحَبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Jangan engkau berteman kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah makan hidanganmu kecuali orang yang bertaqwa (ahlul wara’)“. (HR. Ashhabus Sunan)

Berteman dengan orang-orang shalih adalah kebaikan tersendiri bagi seseorang, dimana seseorang akan dikumpulkan nanti di akhirat bersama orang-orang  yang dia cintai. Dan hal tersebut menunjukkan bahwasanya ruh dia adalah ruh yang baik, karena seseorang dilihat dengan siapa dia bergaul, sebagaimana dalam hadits:
قال : قيل للنبي – صلى الله عليه وسلم – : الرَّجُلُ يُحبُّ القَومَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ ؟ قَالَ : « المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ » .
في هذا الحديث : الحث على محبة الصالحين ، لأن من أحبّهم دخل معهم الجنة،  والمعية تحصل بمجرد الاجتماع وإنْ تفاوتت الدرجات .
ولابن حبان : « ولا يستطيع أن يعمل بعملهم » .
“Ditanyakan kepada Nabi n: Ada seseorang laki-laki yang mencintai sebuah kaum, dan dia tidak bisa bersama dengan mereka (beramal dengan amalan mereka)? Beliau n menjawab: “Seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai (pada hari kiamat nanti).
Faidah dalam hadits ini: “Anjuran untuk mencintai orang–orang shalih, karena seseorang yang mencintainya akan masuk surga bersama mereka, dan kebersamaan akan dihasilkan dengan  hanya sekedar berkumpul saja walaupun berbeda kedudukannya.
Dan riwayat dari Ibnu Hibban: “Dan tidak mampu beramal dengan amalannya mereka. (Tathriz Riyadus Sholihin: 1/256)

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Arwah itu seperti para pasukan yang digabungkan, kalau saling mengenal akan bersatu, kalau tidak saling mengenal akan berpisah. (HR. Muttafaqun ‘alaih dari ‘Aisyah s)

Makna hadits ini: bahwasanya arwah manusia itu seperti sebuah pasukan, apabila  persepsi dan tujuannya sama, maka akan bersatu dan akan berkumpul jadi satu. Akan tetapi apabila ada perbedaan, akan berpisah dan pergi untuk mencari yang sejalan dengannya. Dengan demikian pelaku maksiat akan berkumpul dengan pelaku maksiat karena kesamaan yang ada pada mereka, yaitu cinta dengan kemaksiatan. Demikian juga orang shalih akan berkumpul dengan orang shalih, karena sama-sama cinta dengan kebaikan.

Seperti seekor burung akan terbang dengan burung yang sebangsanya (satu species), demikian juga arwah manusia akan bersama dan berkumpul dengan orang yang sama dengan watak dan sifatnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِه فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
”Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah dia melihat siapa yang dia jadikan teman akrabnya.(HR. At-Tirmidzi no. 2378)

8. Menyediakan waktu berkumpul dan bermusyawarah dengan keluarga
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Asy-Syuura:  38)

Yaitu: Tidaklah memutuskan perkara, sehingga  bermusyawarah di antara mereka.
Hal ini sangat baik dilakukan oleh sebuah keluarga untuk saling tukar pikiran tentang permasalahan-permasalahan keluarga, sehingga tidak merasa salah satunya diremehkan, yang menimbulkan kurang harmonisnya sebuah keluarga. Bermusyawarah dengan keluarga untuk memutuskan sesuatu perkara yang bersifat dunia, akan tetapi kalau berhubungan dengan agama dan tidak mengetahui hukumnya maka sepantasnya untuk ditanyakan kepada seorang ‘alim.

Hal ini Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan dalam Al-Qur’an:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ahlul ilmi) jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)

9. Tidak menampakkan perselisihan keluarga di depan anak-anak.
Sesungguhnya sudah menjadi hal yang lumrah apabila sebuah keluarga terjadi perselisihan dan permasalahan, akan tetapi saling memahami satu dengan yang lainnya, mencari jalan keluar yang terbaik dan kembali dari kesalahan adalah lebih baik dan utama.

Karena orang yang dihadapannya adalah istrinya sendiri, atau dia adalah suaminya sendiri bukan orang lain, yang setiap hari menemaninya memasak makanan untuknya atau dia adalah suami yang setiap hari mencari nafkah untuknya. Kalau keduanya mengingat kebaikan dari masing-masing, tentunya akan bisa saling mengalah dan memahami demi kebaikan bersama.

Namun kalaupun harus bertengkar, maka hendaklah tidak ditampakkan di hadapan anak-anak mereka, supaya mereka tidak ikut merasakan kesedihan dan kekalutan dalam pikirannya. Sebab mereka dalam masa pertumbuhan, yang akan terbayang kuat dalam memorinya setiap tontonan yang ada dihadapannya.

Atau bahkan seorang bapak sampai mengatakan kepada anaknya: “Jangan bicara sama ibumu! Atau sebaliknya ibu mengatakan: “Jangan bicara sama bapakmu!”

Seorang anak akan merasakan kesedihan dengan keadaan orang tuanya, yang akhirnya membuat dia tidak betah dan tidak nyaman untuk tinggal di rumah sendiri. Sehingga lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di jalan-jalan bersama teman karibnya, dan akibatnya seluruh keluarga dalam keadaan dirundung mendung kesedihan.

Hendaklah kedua orangtua menjauhi sebab-sebab yang mendatangkan perselisihan dan  percekcokan serta tidak bersifat egois ketika hak-haknya dilanggar. Tetapi mengutamakan jiwa pemaaf, arif, bijaksana dengan dada yang lapang.

Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi shalallahu laihi wasallam dari Anas a:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ فَأَرْسَلَتْ أُخْرَى بِقَصْعَةٍ فِيهَا طَعَامٌ فَضَرَبَتْ يَدَ الرَّسُولِ فَسَقَطَتْ الْقَصْعَةُ فَانْكَسَرَتْ فَأَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكِسْرَتَيْنِ فَضَمَّ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَ يَجْمَعُ فِيهَا الطَّعَامَ وَيَقُولُ غَارَتْ أُمُّكُمْ كُلُوا, فَأَكَلُوا فَأَمْسَكَ حَتَّى جَاءَتْ بِقَصْعَتِهَا الَّتِي فِي بَيْتِهَا فَدَفَعَ الْقَصْعَةَ الصَّحِيحَةَ إِلَى الرَّسُولِ وَتَرَكَ الْمَكْسُورَةَ فِي بَيْتِ الَّتِي كَسَرَتْهَا
“Ketika Nabi shalallahu alaihi wasallam di rumah salah satu istrinya (ibunya kaum mukminin), maka beliau dikirimi oleh salah satu istrinya yang lain dengan satu piring makanan. Kemudian dipukullah tangan Nabi n, terjatuhlah piring ditangannya dan terpecahlah, lalu beliau ambil dua pecahan piring itu dan digabungkan untuk menaruh makanan yang berceceran, kemudian berkata: “Ibumu cemburu…! Makanlah makanannya…! Lalu mereka memakannya, kemudian beliau memegang piring yang pecah itu sampai istrinya mendatangkan gantinya dengan piring yang baru, yang ada di rumahnya. Lalu beliau memberikan piring tersebut kepada utusan tadi dan meninggalkan piring yang rusak di rumah istri yang memecahkannya tadi. (HR . Bukhari)

Disebutkan dalam kitab Rifqan bil Qawarir yang ditulis oleh Muhammad bin Sa’id, kisah seorang laki-laki yang datang kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab a hendak mengadukan perbuatan istrinya yang lancang terhadapnya, ketika sampai di rumah Amirul Mukminin,  laki-laki ini mendengar suara istri Amirul Mukminin yang keras. Maka diapun berpaling hendak pulang, maka Amirul Mukminin memanggilnya dan bertanya: Ada apa denganmu?” Maka dia jawab: Aku mendapati di sisimu sesuatu yang hendak aku adukan padamu (yaitu mendengar suara istrinya)”. Maka Umar menjawab dengan sesuatu yang menguatkan pengetahuannya terhadap tabiat seorang wanita, lalu berkata: Bukankah pantas bagiku bersabar atas perbuatannya, karena dia yang memasak makananku, yang mencucikan pakaianku, yang mengurus anak-anakku dan yang… dan yang….”

10 . Menjaga rahasia-rahasia rumah tangga.
Termasuk sifat-sifat rumah yang seyogyanya diperhatikan oleh kaum Muslimin adalah menjaga rahasia rumah tangga, di antaranya :
  1. Tidak menyebarkan rahasia hubungan suami istri. Hal ini dilarang oleh syari’at Islam, sebagaimana sabda nabi shalallahu laihi wasallam:
إن من أشر الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته وتفضي إليه ثم ينشر سرها
“Sesungguhnya sejelek-jelek manusia kedudukannya di sisi Allah l adalah seorang laki-laki yang mempergauli istrinya dan istrinya mempergaulinya (bersetubuh) lalu menyebarkan rahasianya.(HR. Muslim)
  1. Tidak menyebarkan rahasia rumah tangganya, dari permasalahan-permasalahan serta kekurangan-kekurangan keluarga kepada manusia, kecuali orang-orang yang terpercaya dan mampu untuk memberi jalan keluar, karena suatu permasalahan apabila ada pihak ketiga yang tidak tahu-menahu akar permasalahannya, akan menambah ruwet dan susah dipecahkan. Hendaklah permasalahan dan persoalan dipecahkan oleh anggota keluarga semampunya, setelah merasa tidak mampu maka mencari orang-orang yang ‘alim dan shalih untuk minta pendapat mereka.

11 . Menebar kelembutan dan berakhlak mulia di dalam rumah.
Kelembutan adalah salah satu sifat yang sangat terpuji,  yang akan menghiasi suatu perkara menjadi baik,  walaupun itu adalah perkara kejelekan.  Apalagi seandainya hal itu perkara yang baik, tentu akan menambah menjadi lebih baik lagi.
Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah a)

Rasulullah shalallahu laihi wasallam juga bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (menjadikan sesuatu itu indah). Dan tidaklah dihilangkan kelembutan itu dari sesuatu melainkan akan memperjeleknya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu hendaklah di dalam keluarga menerapkan sifat ini, baik suami ataupun istri dalam menghadapi segala hal, karena keluarga adalah orang yang paling berhak untuk kita bersifat lemahlembut kepada mereka, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya.

Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
خيركم خيركم لنسائه و لبناته
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap istrinya dan anak perempuannya. (Dikeluarkan dalam Su’abul Iman dari Abu Hurairah a)

Rasulullah shalallahu laihi wasallam juga bersabda:
مَهْلًا يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ
“Tenang wahai  ‘Aisyah, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala mencintai kelembutan pada setiap perkara. (HR. Bukhari)

Rasulullah shalallahu laihi wasallam juga bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku).” (HR.Tirmidzi, hadits hasan shahih)

Dan keluarga itu mencangkup istri, kerabat dan anak-anak  (Tuhfatul Ahwadhi syarah Shahih Tirmidzi : 10/269)

12. Ta’awun (saling membantu) dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu laihi wasallam dalam kehidupan rumah tangga beliau, sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu’anha bahwasanya Nabi shalallahu laihi wasallam menjahit pakaiannya sendiri, menyambung sandal dan melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan dengan tangannya sendiri. Hal ini menunjukkan sifat tawadhu’nya beliau dan sebagai contoh bagi kaum muslimin dalam rangka berbuat baik dengan keluarga, tidak seperti anggapan sebagian orang yang hal itu akan merendahkan dirinya.

Aisyah x menceritakan kepada kita:
قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ عَائِشَةَ هَلْ كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْمَلُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا قَالَتْ نَعَمْ كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيَخِيطُ ثَوْبَهُ وَيَعْمَلُ فِي بَيْتِهِ كَمَا يَعْمَلُ أَحَدُكُمْ فِي بَيْتِهِ
“Bertanya seseorang kepada ‘Aisyah x:  “Apakah Nabi n melakukan pekerjaan rumahnya? Beliau jawab :“Iya, beliau menambal sandalnya, menjahit bajunya dan bekerja di rumah sebagaimana salah seorang kalian apabila di rumahnya.”  (HR. Ahmad no. 25380)

Aisyah x juga menceritakan kepada kita:
 عَنِ الْأَسْوَدِ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ فَصَلَّى
Dari Al-Aswad a, aku bertanya kepada ‘Aisyah x: “Apa yang dikerjakan oleh Nabi n apabila ada di rumahnya? Dia x menjawab: “Nabi shalallahu laihi wasallam membantu pekerjaan keluarganya di rumah, apabila waktu shalat tiba beliau keluar untuk shalat. (HR. Ahmad no. 25751)

13 . Ramah dan bercanda dengan keluarga.
Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah n kepada kita, sebagaimana beliau lakukan dengan keluarganya. Mengajarkan kepada umatnya untuk tidak bersikap kasar dengan keluarganya dan sesekali mengajak bercanda mereka untuk keakraban keluarga. Sebagian orang terkadang acuh dengan keluarga, tidak pernah mengajaknya bercanda bahkan bersikap kasar dengan mereka, ini berbeda dengan sikapnya dia dengan orang lain yang penuh dengan canda tawa. Sikap seperti ini sangat disayangkan, keluarga yang seharusnya diperhatikan dan mendapat perlakuan yang istimewa dari kita, tetapi sebaliknya, sehingga menjadi sebab semakin jauhnya hubungan antar anggota  keluarga dan menjadi perpecahan sebuah keluarga (broken home).

Wahai para orang tua, ingatlah..!
Sebaik-baik contoh adalah Rasulullah shalallahu laihi wasallam dan barang siapa yang tidak menyayangi manusia maka tidak disayang oleh Allah l.
 أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Abu Hurairah a berkata: “Nabi n mencium Al Hasan bin Ali, dan disisinya ada Aqro’ bin Habis At-Tamimi duduk,  lalu dia berkata: “Aku memiliki sepuluh anak, tidak pernah aku cium satupun dari mereka.Lalu  Nabi n memandangnya dan berucap: “Seseorang yang tidak menyayangi,  tidak disayangi. (HR.  Bukhari)

Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
فَهَلاَّ جاَرِيَةً تُلاَعِبُهاَ وَتُلاَعِبُكَ، وَتُضاَحِكُهاَ وَتُضاَحِكُكَ؟
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bermain-main denganmu. Dan engkau bisa tertawa bersamanya dan ia bisa tertawa bersamamu?” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Diceritakan oleh Aisyah radhiallahu’anha:
كنت أغتسل أنا ورسول الله من إناء بيني وبينه واحد، فيبادرني حتى أقول : دع لي دع لي ، قالت : وهما جنبان
“Aku pernah mandi bersama Rasulullah n pada satu ember yang berada antara aku dan dia, maka dia mendahuluiku sampai aku katakan: “Sisakan untukku…!  Sisakan untukku…!“
(HR. Muslim)

Hadits-hadits ini menunjukkan dianjurkannya bersikap ramah dan bercanda dengan keluarga dengan tidak melewati batasan-batasan syari’at, dan menyesuaikan waktu-waktunya tidak berlebih-lebihan dan tidak kurang, sehingga  orang tua dengan sifat yang demikian akan menjadi taman yang indah bagi keluarga. Apabila keluarga jauh dari canda tawa bagaikan hutan yang angker menakutkan dan jadilah dia di hadapan keluarganya seperti monster yang menakutkan. Wallahu a’lam bishshawab.

14. Menjauhkan rumah dari perantara-perantara kejelekan.
Termasuk sifat-sifat rumah yang seyogyanya diperhatikan oleh kaum Muslimin adalah menjauhkan segala hal yang bisa mendatangkan kejelekan di dalam rumah.

Di antaranya: memelihara anjing, minuman keras, merokok, gambar-gambar dan patung makhluk bernyawa, dan yang lainnya dari perantara-perantara kejelekan.

Hal ini dilarang, disebutkan dalam hadits nabi shalallahu laihi wasallam :
لاَ تَدْخُلُ الْمَلائِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ كَلْبٌ وَلاَ تَصَاوِيْرُ
وفي رواية: لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب ولا تماثيل
“Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.” 
Dalam riwayat lain : “Malaikat tidak akan masuk rumah yang padanya terdapat anjing dan patung-patung.(HR. Muttafaqun ‘alaih)

Rasulullah shalallahu laihi wasallam bersabda:
أَتَانِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ : إِنِّى أَتَيْتُكَ الْبَارِحَةَ فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنْ أَنْ أَدْخُلَ عَلَيْكَ الْبَيْتَ الَّذِى كُنْتَ فِيهِ إِلاَّ أَنَّهُ قَدْ كَانَ فِى بَابِ الْبَيْتِ تِمْثَالُ رَجُلٍ وَسِتْرٌ فِيهِ تِمْثَالٌ وَكَانَ فِى الْبَيْتِ جِرْوٌ فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِى فِى الْبَيْتِ فَلْيُقْطَعْ وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ فَلْتُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ تُبْتَذَلاَنِ وَتُوطَئَانِ وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَلْيُخْرَجْ». فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِذَا كَلْبٌ أَوْ جِرْوٌ لِلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَأَمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأُخْرِجَ.
 “Malaikat Jibril q mendatangiku lantas berseru: “Aku datang kepadamu malam kemarin, tidaklah mencegahku untuk masuk rumahmu melainkan karena di pintu rumah  terdapat patung laki-laki dan tirai yang bergambar patung, dan juga di dalam rumah ada seekor anak anjing. Maka perintahkan untuk memotong kepala patung yang di rumah dan tirai yang terdapat gambar untuk dipotong dan dijadikan dua bantal yang dipakai dan diduduki dan perintahkan untuk dikeluarkan anjing dari rumah.”
Maka Rasulullah n melakukannya tanpa tahu kalau  anak anjing itu milik Al-Hasan dan Al-Husain, maka beliau memerintahkan untuk dikeluarkan.(HR. Baihaqi dalam Sunan Kubra)

Faidah hadits ini: tidak boleh bagi orang tua untuk membiarkan anak-anaknya berada di atas kejelekan sebagai wujud rasa sayang mereka kepada anak, menjauhkan anak dari sebab-sebab kejelekan, bukannya malah dibiarkan di atas kejelekan dengan alasan masih kecil atau kasihan. Hal ini menyelisihi apa yang dikerjakan beliau n kepada kedua cucunya yang beliau Rasulullah n cintai untuk mengeluarkan anjingnya dari rumah.

( Di salin dari buku Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 42-68, Penulis al-Ustadz Abul Hasan al-Wonogiriy )

Perhatian : Dilarang mengubah artikel ini ke dalam file lain berupa e-book, chm, pdf ataupun file yang lainnya, serta di larang mengprint artikel ini tanpa seizin dari Maktabah Almuwahhidiin. Adapun untuk di copy paste ke blog ataupun website dipersilahkan dengan tetap mencantumkan sumbernya tanpa menambah ataupun mengurangi isi artikel. 

Bagi pembaca yang ingin ta’awun (bekerjasama) untuk mencetak artikel di website ini menjadi sebuah buku, silahkan menghubungi ke nomor 0857 1552 1845

0 komentar:

Posting Komentar