بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Menginginkan sebuah keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap
orang. Untuk mewujudkannya diperlukan peran serta seluruh anggota
keluarga. Keluarga yang harmonis akan membawa suasan rumah yang damai,
nyaman dan penuh kesejukan. Oleh karena itulah seluruh penghuni rumah
musti mengetahui sifat-sifat yang hendaknya diperhatikan untuk
mewujudkan suasana rumah yang damai dan tentram:
1) Mengagungkan perintah Allah k dan Rasul-Nya n pada diri-diri mereka dan di dalam rumah-rumah mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا
مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya
Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzab: 36)
Ayat ini turun pada kisahnya Rasulullah n ketika melamarkan pemudanya
Zaid bin Haritsah a kepada Zainab binti Jahsyi x. Zainab x menolak dan
berkata: “Aku tidak mau menikah dengannya.“ Beliau n menimpali:
“Nikahlah dengannya…!” Maka Zainab menjawab: “Akulah yang berhak atas
diriku…” ketika mereka sedang dalam pembicaraan maka turunlah ayat ini (Tafsir Ibnu Katsir : 6/421)
2) Mendahulukan kepentingan saudaranya (tetangga dan yang lainnya) dari pada kepentingan diri sendiri.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ
قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي
صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
(Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri,
Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)
Sebab turunnya ayat ini sebagaimana tertera dalam hadits:
“Ada seseorang yang bertamu kepada Rasulullah n suatu hari, maka beliaupun menanyakan kepada para istrinya apakah mereka menyimpan makanan untuk tamunya? Semuanya menjawab: “Tidak ada makanan kecuali air saja.“ Maka beliau menawarkan kepada para Shahabatnya h siapakah dari mereka yang hendak menjamunya? Maka berkatalah shahabatnya dari Anshar: “Saya ya Rasulullah…!
Maka dibawalah olehnya tamu beliau. Sesampainya di rumah dia berkata
kepada istrinya, lalu istrinya menjawab tidak ada makanan kecuali untuk
anaknya saja. Maka dia menyuruhnya untuk menidurkan anaknya dan memasak
makanan tadi untuk tamunya. Setelah tamunya pulang maka Rasulullah n mengatakan: “Allah l sangat takjub dengan perbuatan kalian semalam.“ Lalu turunlah ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 8/71)
3) Bershadaqah dari harta yang baik.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا
أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Al Baqarah: 267)
4) Berhias dengan kesabaran ketika tertimpa musibah dan memperbanyak shalat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (Al Baqarah: 153)
5) Bersikap zuhud dan qana’ah dengan dunia, namun sangat besar kecintaannya terhadap kehidupan akhirat.
Bersikap merasa cukup dengan apa yang ada di tangannya dan tidak
menginginkan apa yang berada di tangan orang lain. Selalu menjauhi hidup
bermewah-mewahan di dunia karena hal itu lebih mencerminkan akan
kecintaannya dengan negeri akhirat.
6) Saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan ketaqwaan dalam keluarga.
Ini adalah akhlak yang terpuji dalam Islam dan bahkan menjadi tanda
kebaikan seseorang di dunia ini dengan saling menasehati dalam kebaikan
dan memerintahkan kepadanya serta saling melarang dari perbuatan maksiat
dan dosa.
7) Mempelajari apa-apa yang menjadi hak-haknya dalam keluarga sehingga tercipta sebuah kebaikan.
Seorang suami memiliki hak-hak dalam keluarga demikian juga seorang
istri, dengan mengetahui hak-hak masing-masing maka akan tercipta
kedamaian dalam keluarga dan keteduhan. Karena suatu keteduhan yang
didamba seseorang adalah keteduhan batin bukan sekedar zhahirnya, maka
apalah artinya suatu keteduhan zhahir kalau seandainya batinnya selalu
merasa kepanasan dan kepedihan. Suami yang tak perhatian dengan
keluarga, akan dirasakan oleh anggota keluarganya berupa kegersangan di
dalamnya, serta istri yang tak bisa mengurus rumah akan menjadikan suami
kurang nyaman tinggal di rumahnya. Maka wajib bagi keduanya untuk
mempelajari hak-hak suami istri.
8) Kecintaan yang dibangun di atas kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Cinta karena Allah k dan Rasul-Nya n sangat ditekankan dalam sebuah
keluarga sehingga mereka selalu mawas diri dengan senantiasa dalam
ketaatan, dan apabila melihat anggota keluarga dalam kemaksiatan, akan
bersegera untuk menasehatinya.
Wa Allahu ta’ala a’lam bishshawab
( Di salin dari buku Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 87-91, Penulis al-Ustadz Abul Hasan al-Wonogiriy )
Perhatian : Dilarang mengubah artikel ini ke
dalam file lain berupa e-book, chm, pdf ataupun file yang lainnya, serta
di larang mengprint artikel ini tanpa seizin dari Maktabah
Almuwahhidiin. Adapun untuk di copy paste ke blog ataupun website
dipersilahkan dengan tetap mencantumkan sumbernya tanpa menambah ataupun
mengurangi isi artikel.
Bagi pembaca yang ingin ta’awun (bekerjasama) untuk mencetak
artikel di website ini menjadi sebuah buku, silahkan menghubungi ke
nomor 0857 1552 1845
0 komentar:
Posting Komentar