Jumat, 01 Maret 2013

Seputar Hewan Jalaalah ( Pemakan Kotoran )

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ditulis oleh : al-Ustadz Abul-Hasan al-wonogiry hafizhahullah
Cikarang – Bekasi

Hukum Daging Hewan Jalaalah dalam Islam .
1. Pengertian jalaalah ‘.
2. hukumnya .
3. Kapan halal untuk dimakan.
4. Pengaruh buruk bagi yang makan hewan jalaalah pada akhlaq dan pada  thobiat pemakannya .

 Pengertian Jalaalah :
Isthilah jalalah menurut islam adalah : “ hewan yang mengkonsumsi makanan dari kotoran atau najasah dari onta , sapi , kambing atau ayam dan yang lainnya “ .

yaitu  yang mendominasi makanan yang dia makan sehari-hari sampai dikatakan hewan ini sebagai hewan pemakan kotoran adapun sesekali maka tidak masuk dalam kategori ini. sebab tidak selamat dari perkara ini mayoritas hewan baik darat atau air yang terkadang memakan kotoran baik kotoran manusia atau yang lain atau bangkai .adapun dalam qoidah syariah yang sedikit itu dimaafkan .

روى ابن عمر قال  :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن أكل الجلالة وألبانها]
Disebutkan dalam hadits ibnu umar rodhiallohu anhu : ” Rosululloh  melarang memakan daging  jalaalah  ( pemakan najasah  ) dan susunya  ”.  ( HR. abu daud ,tirmidzi,ibnu majah, dishohihkan oleh syeikh al-albany lihat alirwa’ 8/149  ).

وروي عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الإبل الجلالة أن يؤكل بحمها ولا يحمل عليها إلا الأدم ولا يركبها الناس حتى تعلف أربعين ليلة
darinya pula : “  rosululloh melarang  jalaalah dari unta :  untuk dimakan dagingnya , untuk ditumpangi  sesuatu kecuali al-adam ( kulit )  untuk dikendarai sampai diberi makan selama 40 hari  ”  (  HR . al-khlaal dengan sanadnya ) .

Hukum Daging , susu dan telornya  serta hukum mengendarainya  : 
Hukum memakan daging  jalaalah ada perbedaan pendapat dikalangan ulama ada tiga pendapat  : harom , makruh , boleh . dan yang mendekati dalil adalah haromnya hewan tersebut  waallohu a’lam .
dalilnya :
روى ابن عمر قال : نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن أكل الجلالة وألبانها
Disebutkan dalam hadits ibnu umar rodhiallohu anhu : ” Rosululloh  melarang memakan daging  jalaalah  ( pemakan najasah  ) dan susunya  ”.  ( HR. abu daud ,tirmidzi,ibnu majah, dishohihkan oleh syeikh al-albany lihat alirwa’ 8/149  ).

Hal itu karena daging yang tumbuh dari nya adalah dari sebab makanan tersebut maka jadilah daging tadi najis seperti abu dari hasil pembakaran najis . adapun yang mengatakan daging dan susunya tidak mengapa untuk dimakan dan dikiaskan dengan peminum khomr bahwasannya tubuhnya tidak dihukumi najis maka dijawab oleh para ulama jalaalah dengan peminum khomr berbeda , adapum dia karena mayoritas makanannya bukan dari khomr berbeda dengan jalaalah . pendapat haromnya jalaalah ini dipegang oleh imam ahmad dalam pendapat lain beliau juga berpendapat makruh .

Demikian juga susunya karena apabila dagingnya berpengaruh maka susu dan telornya juga akan berpengaruh , demikian juga  mengendarainya apabila hewan tersebut adalah hewan yang disiapkan untuk kendaraan seperti onta , kuda dll  sebagaimana tersebut dalam hadits diatas , sebagian para ulama membolehkan apabila menggunakan alas pada punggungnya karena alasan tidak boleh mengendarainya itu sebab keringat yang keluar dari hewan tadi seperti hukum dagingnya .
dalilnya :
وروي عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال :  نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن الإبل الجلالة أن يؤكل بحمها ولا يحمل عليها إلا الأدم ولا يركبها الناس حتى تعلف أربعين ليلة
diriwayatkan dari abdulloh bin amr bin ash  : “  rosululloh melarang  jalaalah dari unta :  untuk dimakan dagingnya , untuk ditumpangkan padanya sesuatu kecuali al-udum ( kulit-kulit )  dan tidak  dikendarai sampai diberi makan selama 40 hari  ”  (  HR . al-khlaal dengan sanadnya ) .

Kapan dihalalkan jalaalah ?
Akan hilang hukum haromnya atau dibencinya hewan tersebut dengan dikurung dan diberi makan dengan makanan yang bersih , dan dari sini timbul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama berapakah kadar kurungan dan pemberian makan tersebut sehingga bisa halal untuk dimakan dan dikendarai .

diriwayatkan dari muhammad dari abi hanifah beliau berkata : “ tidak ada batasan dalam mengurungnya , dikurung sampai membaik daging dan tubuhnya “. dalam ucapannya yang lain beliau berkata sebagaimana dinukil dari abu yasuf : “ dikurung selama tiga hari “.
Apabila sudah dikurung  selama tiga hari atau lebih dan diberi makan dengan makanan yang suci maka boleh disembelih dan memakannya .

disebutkan pula dari pendapat yang lain tentang kadar pengurungan ini : ” tiga hari untuk jenis burung dan 40 hari untuk yang lainnya ” dan berkata dengan ini pula imam ahmad .
disebutkan dari imam as-sarkhosy : ” yang shohih dalam hal ini adalah tidak ada pembatasan yaitu sampai hilang bau busuk dari hewan tadi “.

adapaun pembatasan tiga hari atau lebih hanya sekedar keumuman hewan apabila dikurung selama ini akan hilang apa yang ada dalam lambungnya .
disebutkan dalam hadits ibnu umar : ” bahwasannya dia dulu mengurung ayam jalaalah selama tiga hari “ . ( shohih lihat alirwa’ : 2504 ).

Pengaruh buruk hewan jalaalah bagi yang memakannya .
diantara hikmah larangan makan hewan ini adalah :
1 . thobi’at yang buruk pada hewan tadi akan mempengarui orang yang memakannya , dimana hewan ini sudah keluar dari thobi’at dirinya      dengan memakan makanan yang baik dan suci berpindah kepada makanan yang kotor dan najis .

   2.    kebiasaan buruk hewan tadi akan mempengarui kepribadian pemakannya , karena seseorang itu akan tumbuh sesuai pengaruh lingkungannya baik dan buruknya ,dan darinya adalah makanan , hal ini pula terdapat dalam hadits yang lain dimana para penggembala unta akan menjadi sombong karena kebiasaan nya yang mencari makan ditempat yang tinggi hal ini pun mempengarui panggembalanya demikian penggembala kambing ketenangannya mempengarui panggembalanya yang tenang tidak seperti penggembala onta , dan kita juga dilarang duduk pada kulit dari kulit macam karena hikmah-hikmah yang terkandung didalamnya .

waallohu a’lam bish-shoowab .
selamat membaca semoga bermanfaat .

0 komentar:

Posting Komentar